KedaiPena.Com – Tokoh Nasional Rizal Ramli menyebut, sejak awal proses pembahasan Undang-undang Omnibus Law amburadul. Sehingga layak untuk dibatalkan.
Hal tersebut di sampaikan oleh Rizal Ramli saat mengisi ‘Webinar Orientaring 2020 BEM FT UMI’ dengan tema ‘Peran Mahasiswa dan Masa Depan Sumber Daya Alam Indonesia Terhadap Ancaman Omnibus Law Ciptaker’, Sabtu (14/11/2020).
“Undang-undang Omnibus Law itu bisa dilihat di beberapa sisi, salah satunya dari soal prosesnya. Dan banyak sekali ahli-ahli tata negara yang menilai prosesnya amburadul, banyak ngaconya. Sangat bisa untuk dibatalkan,” ucap Rajawali Ngepret, sapaan Rizal Ramli.
Undang-undang Dasar 1945, sambung Rizal, bertujuan untuk memajukan, mencerdaskan dan memakmur rakyat Indonesia serta melindungi rakyat Indonesia. Hal itu bertolak belakang dengan UU Omnibus Law yang hanya pro kepentingan investor.
“Tidak ada itu di UUD 45 kita, dari investor, oleh investor, untuk investor. Kita tetap butuh investasi, tetapi investasi itu diatur supaya ‘output‘-nya membawa kemakmuran dan kecerdasan buat bangsa kita,” tambahnya.
Menurutnya, Undang-Undang Omnibus Law memiliki hal yang sangat luar biasa, yaitu konsesi tanah, yang akan dirasakan oleh kroni kekuasaan.
“Undang-undang Omnibus Law ini pada dasarnya ada dagingnya, daging yang paling enaknya. Jadi ada dagingnya yaitu konsesi tanah. Perusahaan tidak ada batasnya, bahkan tadinya sempat diusulkan konsesi tanah itu sampai 90 tahun dan akhirnya diubah,” papar mantan Tim Panel Ekonomi PBB ini.
“Akibatnya daging ini yang dapat kebanyakan kroni dari kekuasaan, bukan orang asing. sebab, orang asing terlalu beresiko untuk masuk ke Indonesia. Atau, perusahaan yang dekat dengan kekuasaan yang bakal mendapatkan konsesi setengah juta hektar, satu juga hektar, yang merupakan hak-hak adat dan sebagainya,” sambung Menko Maritim periode pertama Presiden Jokowi ini.
Selain itu, Rizal menjelaskan dengan membagi penguasaan lahan bagi investor yang sangat besar, akan membuat yang kaya akan semakin kaya.
“Sebetulnya dengan membagi akses buat investor yang demikian besarnya dalam sumber daya alam, tanah dan lain-lain, orang yang sudah kaya di Indonesia atau yang di sebut oligarki, kekayaannya bisa naik 20-100 kali tanpa memeras buruh, tetapi dalam hal ini buruh juga ingin diperas hak-haknya, benefitnya di kurangi,” jelas dia.
“Jadi kita bingung Undang-undang ini buat siapa, yang ada bikin susah rakyat. Memang ada penghiburan bahwa dalam Undang-Undang ini pekerjaan akan tercipta banyak, tapi mohon maaf saya bolak-balik di televisi ketemu para pejabat dan bertanya, ‘coba kasih perkiraan berapa lapangan pekerjaan yang baru terciptakan oleh Undang-Undang ini?’ dan ‘berapa pertumbuhan ekonomi yang bisa diciptakan gara-gara UU ini?’. Sayang, pertanyaan itu tidak bisa dijawab,” cerita dia.
Hal berbeda terjadi ketika dirinya menjadi Menko Perekonomian pada era Gusdur. Kala itu, dirinya mampu mengurangi kemiskinan dalam waktu satu tahun, yaitu lima juta orang
“Dua tahun pemerintahan Gusdur (orang miskin berkurang) 10 juta. Kenapa demikian, karena kebijakan makro ekonominya, kebijakan sektoralnya pro dengan menengah ke bawah, sehingga tidak perlu Undang-Undang Cilaka (Omnibus Law),” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi