KedaiPena.Com- Instruksi Menteri Dalam Negeri no 6 Tahun 2020 tentang ancaman kepada Kepala Daerah yang tidak mau melaksanakan ketentuan peraturan perrundang-undangan terkait Penegakan Protokol Kesehatan tidak berujung pemberhentian.
“Karena proses pelaksanaan pemberhentian Kepala Daerah itu tetap harus berdasarkan pada UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,” kata Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra, Kamis, (19/11/2020).
Yusril menjelaskan, sebagaimana maklumat UU Pemerintahan Daerah sekarang menyerahkan pemilihan kepala daerah secara langsung kepada rakyat melalui Pilkada.
Dalam aturan tersebut, kata Yusril, KPU adalah satu-satunya lembaga yang berwenang menetapkan pasangan mana sebagai pemenang dalam Pilkada.
“Walau kadangkala KPU harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap apabila penetapan pemenang yang sebelumnya telah dilakukan dipersoalkan ke Mahkamah Konstitusi,” tegas Yusril.
Yusril menjelaskan, pasangan manapun yang ditetapkan KPU sebagai pemenang, tidak dapat dipersoalkan, apalagi ditolak oleh Pemerintah.
“Presiden atau Mendagri tinggal menerbitkan Keputusan tentang Pengesahan Pasangan Gubernur atau Bupati dan Walikota terpilih dan melantiknya,” papar Yusril.
Dengan demikian, lanjut Yusril, Presiden tidaklah berwenang mengambil inisiatif memberhentian Gubernur dan atau Wakil Gubernur.
“Mendagri juga tidak berwenang mengambil prakarsa memberhentikan Bupati dan Walikota beserta wakilnya,” tutur Yusril.
Yusril menambahkan, semua proses pemberhentian Kepala Daerah, termasuk dengan alasan melanggar Pasal 67 huruf b jo Pasal 78 ayat (1) huruf c dan ayat (2) huruf d yakni tidak melaksanakan kewajiban untuk melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan Penegakan Protokol Kesehatan, tetap harus dilakukan melalui DPRD.
“Jika ada DPRD yang berpendapat demikian, mereka wajib memulainya dengan melakukan proses pemakzulan (impeachment),” papar Yusril.
Yusril menjelaskan, jika DPRD berpendapat cukup alasan bagi Kepala Daerah untuk dimakzulkan, maka pendapat DPRD tersebut wajib disampaikan kepada Mahkamah Agung untuk dinilai dan diputuskan apakah pendapat DPRD itu beralasan menurut hukum atau tidak.
“Untuk tegaknya keadilan, maka Kepala Daerah yang akan dimakzulkan itu diberi kesempatan oleh Mahkamah Agung untuk membela diri,” tegas Yusril.
Yusril menambahkan,proses pemakzulan itu akan memakan waktu lama, mungkin setahun mungkin pula lebih.
“Apa yang jelas bagi kita adalah Presiden maupun Mendagri tidaklah berwenang membertentikan atau “mencopot” Kepada Daerah karena Kepada Daerah dipilih langsung oleh rakyat. Sebagai konsekuensinya, pemberhentiannya pun harus dilakukan oleh rakyat melalui DPRD,” tutur Yusril.
Yusril menegaskan, kewenangan Presiden dan Mendagri hanyalah terbatas melakukan pemberhentian sementara tanpa proses pengusulan oleh DPRD dalam hal Kepala Daerah didakwa ke pengadilan dengan ancaman pidana di atas lima tahun.
“Atau didakwa melakukan korupsi, makar, terorisme, kejahatan terhadap keamanan negara atau kejahatan memecah-belah NKRI. Kalau dakwaan tidak terbukti dan Kepala Daerah tadi dibebaskan, maka selama masa jabatannya masih tersisa, Presiden dan Mendagri wajib memulihkan jabatan dan kedudukannya,” tandas Yusril.
Laporan: Muhammad Lutfi