TAHUN 2020 atau dalam 5 tahun ke depan Menristekdikti akan mendatangkan rektor asing. Apakah langkah ini tepat atau langkah yang salah. Upaya mendatangkan rektor asing adalah untuk menaikkan rangking perguruan tinggi di Indonesia tembus 100 atau 10 besar dunia, hingga menuju world class university.
Alasan Kemenristekdikti inilah yang membuat rektor asing akan didatangkan. Wacana dari Pak menteri, Mohamad Nasir, karena melihat rektor yang belum mampu mengantarkan PTN-PTS ke rangking dunia, beliau bahkan men-challenge para rektor agar bisa membawa PTN-PTS ke pentas dunia, sebagaimana Taiwan, Cina, Arab Saudi, Singapura, sukses ke peringat dunia.
Respon warga netizen, pakar pendidikan, hingga para rektor pun bereaksi, bahkan ada yang mem-bully habis-habisan akan kedatangan rektor asing tersebut.
Banyak pengamat pendidikan mengatakan, jika ukuran mendatangkan rektor asing hanya untuk meningkatkan rangking perguruan tinggi, tanpa menyusun strategi dahulu, sepertinya juga sulit.
Misalnya, bagaimana meningkatkan perguruan tinggi dengan cara memberikan dana yang tinggi dan kesejahteraan untuk dosen yang melakukan penelitian, upaya mengembangkan budaya riset, upaya meningkatkan bahasa asing untuk dosen dan mahasiswa, upaya menjadikan hasil riset bermutu dan terpakai untuk kebutuhan industri dan masyarakat, upaya mempermudah birokrasi dan administrasi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, upaya meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana dan banyak kompenen lain yang harus dibenahi, komperehensif, tidak harus mendatangkan rektor asing, sebelum sistem, biroksasi, dan sebagainya, diperbaiki dahulu.
Saat ini, mahasiswa asing hanya tertarik kuliah di PTN hanya bidang bahasa, budaya atau sastra. Mereka belum tertarik dengan bidang lain, seperti bidang hukum ekonomi, arsitek, sains, dan sebagainya.
Harusnya PTN-PTS bisa menyusun strategi bagaimana menarik minat mahasiswa agar mereka bisa belajar di universitas dan perguruan tinggi di Indonesia.
Perguruan tinggi atau universitas harus segera bebenah dan evaluasi. Untuk menuju world class university, harus ada perbaikan sistem, birokrasi, dana, sarana dan prasarana, bahasa, dan 9 standar yang harus dipenuhi. Jika mendatangkan rektor asing, tetapi belum bebenah, maka belum tentu juga rektor asing tersebut bisa mengantarkan hingga menembus 100 atau 10 rangking dunia.
Coba kita amati, sudah ada berapa perguruan tinggi atau universitas yang sesuai standar dunia, mungkin hanya beberapa saja, seperti UI, IPB, ITB, dan mungkin ada yang lain, tapi selebihnya belum.
Sudah ada berapa perguruan tinggi yang sudah melakukan riset, kemudian melakukan inovasi hingga terpakai untuk industri dan masyarakat.
Sudah berapa banyak yang sudah mengembangkan budaya riset di kampus. Sudah berapa banyak dosen yang mempunyai kemampuan accessibility, dan hal-hal lainnya. Untuk meningkatkan perguruan tinggi menuju world class university dibutuhkan rektor yang visioner.
Di Indonesia, proses pemilihan jabatan rektor saja sangat kental dengan nuansa politik dan banyak di politisasi, baik dari dalam universitas atau dari luar.
Jika saat ini rektor belum bisa mengangkat PTN-PTS menuju world class university, mungkin saja rektor harus mempunyai networking, experience, leadership kelas dunia, maka rektor harus dievaluasi dan dalam perekrutan rektor harus sesuai mempunyai capability dunia, dan PTN-PTS sudah harus menyiapkan bibit unggul untuk menjadi rektor nanti. Begitu juga dengan dosen yang dievaluasi oleh mahasiswa, prodi di evaluasi oleh Badan Akreditasi Nasional.
Boleh kita melakukan studi banding ke luar negeri. Kenapa pendidikan kita salah saing dengan Singapura dan Malaysia dalam urutan world class university, analisa saya karena semua standar dalam perguruan tinggi disana sudah memenuhi standar dunia, dan kesejahteraan dosen lebih diperhatikan, biroksasi yang mudah dan sistem yang baik.
Mahasiswa atau dosen dari Indonesia yang melakukan penelitian di Jepang, Australia, dan sebagainya, mereka disana sangat diperhatikan dan sejahtera. Pengakuan negara lain, dosen dan mahasiswa kita tidak kalah pintar. Namun lihat apa yang terjadi, taktala mereka pulang ke Indonesia, mereka stagnan, mereka tidak mampu berbuat apa-apa, karena budaya, sistem dan birokrasi dan kesejahteraan yang kurang.
Dari berbagai informasi di media, target 2020 Menristekditi sudah mendatangkan rektos asing yang terbaik dari luar negeri. Setidaknya dalam lima tahun ke depan akan dicoba 2 atau 5 PTN-PTS yang dipimpin oleh rektor asing.
Sudah saatnya rektor, dosen dan PTN-PTS lokal bebenah. Sekarang sudah kita sudah dalam ASEAN Economic Community (AEC) atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Kemenristekdi sudah menyebutnya free of goods and service. Semua sudah bebas dan tidak dibatasi.
Oleh Dosen Universitas Pamulang (Unpam) Deni Darmawan M.Pd.I