KedaiPena.Com – Pada saat pandemi Covid-19 seperti saat ini, banyak sektoral yang merasakan dampak. Sebut saja sektor pariwisata dan sektor ekonomi dan yang lainnya.
Sebagai langkah mencari solusi atas masalah itu, Koperasi Sentra Wisata Alam Nusantara (Kopi Setara) mengadakan seminar dengan mwngusung tema “Pemanfaatan Jasa Lingkungan Untuk Pariwisata”.
Kegiatan seminar tersebut dilakukan dengan daring atau online, seminar tersebut diisi oleh Teten Masduki (Menteri koperasi dan UMKM, Ir. Wiratno (Dirjen KSDAE KLHK), Dr. Frans Teguh, M.A (Plt. Deputi Bidang Sumber Daya dan Kelembagaan Kemenperekraf) dan Dr. Ir. Ricky Avenzora, M.ScF (Associate Professor Bidang Ekowisata IPB).
Dalam kesempatan tersebut, Wiratno menyampaikan beberapa hal. Di antaranya terkait konservasi yang terkait dengan wisata petualangan.
“Jika dilihat dari UU nomor 5 tahun 1990, konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya dilakukan melalui beberapa kegiatan, seperti perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman hayati, dan pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistem,” kata dia.
Dalam melakukan konservasi harus memperhatikan beberapa kondisi, seperti ‘nature and culture“. Karena salah satu tujuan konservasi adalah sebagai penyangga ekosistem.
Selanjutnya, Wiratno pun mengutarakan skema pengembangan wisata alam di kawasan konservasi melalui pengusahaan wisata alam, yang dibagi menjadi dua jenis usaha.
Kedua jenis usaha wisata alam tersbut adalah izin usaha penyedia sarana wisata alam (IUPSWA), dan izin usaha penyedia jasa wisata alam (IUPJWA). Namun untuk pengurusan IUPJWA tidak perlu ke pusat, akan tapi dapat langsung urus ke balai.
Selain itu, Wiratno mengatakan koperasi merupakan salah satu akses pengembangan sarana wisata alam, dan saat ini masih sedikit koperasi yang memaksimalkan usaha pemanfaatan jasa pariwisata.
Ia pun menjelaskan terkait peluang yang didapatkan saat melakukan pengembangan wisata alam di wilayah konservasi. Peluang tersebut diantaranya dapat memperlibatkan masyarakat sekitar serta peningkatan SDM bersama multi pihak. Karena saat ini yang didorong oleh Wiratno adalah ‘community based eco tourism‘ atau komunitas berbasis ekowisata.
“Contoh di Tangkahan, yabg sudah pernah dapat ‘award‘ dari Kemenpar. Dahulunya di daerah ini banyak penebang liar. Tapi kini mereka menjual hutan tanpa menebang hutan, yang dijual adalah alam. Para wisatawan bisa ikut patroli bersama gajah. Lalu di Kalibiru yang bisa menghasilkan Rp5-7 miliar setahun. Kemudian ada juga di Jatimulyo dan di Sorong, Papua,” lanjutnya.
Tak hanya itu, Wiratno mengharapkan ke depannya untuk dapat membuat kerjasama terpadu bersama Kemenkop UKM, KLHK, Kemenpar, Kemendes dan para aktivis.
“Kerjasama ini harus dilakukan karena di Indonesia masih banyak yang belum tergarap. Sebut saja program ‘forest healing‘ seperti yang dilakukan di Thailand. Program ‘minimum investment, but high profit‘,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi