KedaiPena.Com – Menteri Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan bahwa pemerintah menjamin melindungi segenap bangsa Indonesia, baik yang mayoritas ataupun minoritas. Maka yang minoritas tidak perlu khawatir akan ditindas oleh mayoritas, negara harus melakukan langkah-langkah unuk melindungi. Namun yang kecil juga jangan jadi tirani minoritas ini harus menjadi balance dan ini yang kita pelihara.
Demikian tegas Wiranto dalam Forum Kebangsaan dengan tema “Meningkatkan Kepedulian Sosial dan Peran serta Masyarakat Guna Memperteguh Kebhinekaan Dalam Rangka Menjaga Persatuan dan Kesatuan Bangsa†di Jakarta (26/01).
Menteri Wiranto menegaskan bahwa melalui jajaran Kementeriannya, akan memastikan bahwa pemerintah menjamin rasa aman bagi setiap warga negara. “Kemenko Polhukam berusaha melakukan konsep melindungi ini, segenap bangsa Indonesia†jelasnya.
Namun Menko Polhukam juga mengatakan bahwa memang dengan kebabasan yang saat ini didorong oleh kecanggihan teknologi menjadi sebuah tantangan tersendiri. “Sayangnya memang agak berat jika ada kebebasan yang luar bisa luas, ditambah lagi dengan media sosial yang memiliki teknologi yang sebebas-bebasnya†tambahnya.
Menurut Menteri Wiranto, kebebasan tersebut harus dijaga agar tidak kebablasan, dan hukumlah yang dapat mengatur kebebasan tersebut. Meski begitu, bukan berarti pemerintah akan menjadi otoriter, dan tidak mungkin pemerintah menjadi otoriter di tengah dinamika kebebasan yang ada.
“Kita jelas gak akan kembali ke negara otoriter, namun paling tidak menjadi negara yang punya daya melindungi segenap bangsa Indonesia†tegasnya.
Menurutnya amanat melindungi segenap bangsa Indonesia telah jelas terpatri dalam UUD 1945. Ada satu bait dalam UUD 1945 yang menegasakan bahwa pemerintah siapapun harus melindungi segenap bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan segenap bangsa. Yang pertama ini pemerintah yang melindungi segenap bangsa Indonesia.
Dalam acara forum kebangsaan tersebut, Menko Polhukam menegaskan bahwa dirinya tidak terlalu setuju dengan istilah pribumi atau nonpribumi. Kalaupun istilah pribumi yang ia setujui adalah merupakan singkatan.
“Itu kalo PRI itu singkatan dari pejuang Republik Indonesia, kalau orang yang tidak merasa Indonesia dan tidak berjuang untuk Indonesia baru itu nonpri, tapi kalau sadar mereka lahir di Indonesia dan berjuang untuk Indonesia dia adalah pribumi,†tegasnya.
Dalam acara yang sama menurut Ketua Ketua Persatuan Sosial Marga Tiongkok Indonesia (PSMTI) David Herman Jaya, marga Tionghoa perlu memperkuat nilai yang mempersatukan.
“Dalam wawasan kebangsaan ini terdapat dua hal yang seimbang, pertama sarasehan ini akan memperkaya kepribadian peserta terhadap pemahaman bahwa NKRI adalah harga mati bagi Tonghoa Indonesia, dan rasa bangga cinta tanah air serta rela berkorban demi kepentingan negara dan bangsa. Kedua adalah hasil kenikmatan yang diperoleh harus diteruskan dan ditularkan ke lingkungan masyarakat masing-masing,†jelasnya dalam acara yang sama.
Menko Polhukam pun mengapresiasi pernyataan Ketua PSMTI terkait NKRI. “Saya apresiasi ketika PMSTI mengatakan NKRI sudah final, dan memang sudah selesai sudah final, tinggal kita pelihara†tambahnya.
Dalam acara yang diselenggarakan oleh Kemenko Polhukam tersebut turut dihadiri Ketua BKPM Tom Lembong, dan 250 peserta lainnya yang merupakan pejabat lintas Kementerian, serta tokoh-tokoh masyarakat. Di acara Forum Kebangsaan juga dilakukan diskusi antara peserta dan Menko Polhkam serta dengan Ketua BKPM.
Laporan: Muhammad Hafidh
Foto: Istimewa