KedaiPena.Com – Anggota DPR RI Komisi V Perwakilan Papua, Wilem Wandik menegaskan, PT Freeport Indonesia sebagai korporasi multinasional berbentuk BUT (Badan Usaha Tetap) harus tunduk kepada kehendak hukum dan perundang-undangan di  Indonesia.
Walaupun PT. FI berencana membawa persoalan ke pegadilan arbitrase Internasional, namun menurut Wandik, pengadilan arbitrase Internasional hanyalah badan yang mengatur hubungan keperdataan subyek bisnis yang tunduk pada prinsip-prinsip bisnis yang fair dan berdasarkan kesepakatan pihak pihak terkait.
“Kendati, baik gugatan ke lembaga arbitrase internasional maupun ancaman pemecatan karyawan Freeport, bukanlah kepentingan yang berkaitan langsung dengan hajat hidup rakyat di Tanah Papua,†kata Wilem kepada KedaiPena.Com, Kamis (23/2).
Menurut ia, persoalan Freeport justru menjadi isu nasional, dimana pusat justru akan merasa terancam karena akan mengalami banyak kerugian, diantaranya terganggunya kesempatan pertumbuhan ekonomi dan tentunya dampak sosial yang harus ditanggung ketika PHK itu benar benar terjadi.
“PT. FI tidak bisa mengatur apalagi merubah hukum positif yang berlaku di suatau negara. Kontrak PT Freeport memang merupakan bagian dari subyek hukum yang patut di hormati, karena bagian dari perbuatan hukum yang dijamin oleh undang undang,†kata Wandik.
“Rakyat di Tanah Papua meminta ruang yang proporsional, dalam renegosiasi kontrak PT FI, pertama orang Papua dilibatkan dalam setiap perundingan bersama Menteri ESDM maupun menteri keuangan, agar seluruh proses renegosiasi dapat memenuhi rasa keadilan bagi rakyat di Tanah Papua dan kepentingan nasional yang lebih besar pun dapat terselamatkan. Sudah saatnya, pusat tidak berfikir tentang dirinya sendiri, bernegara bukanlah sekedar mengamankan kepentingan pusat semata,†timpalnya.
Dikatakan, kontrak karya yang menjadi subyek hukum dalam praktek bisnis PT. FI memiliki masa waktu dan akan berakhir 2022 mendatang. Artinya, kata Wilem, pemerintah bisa saja memutuskan seluruh kontrak PT. FI ketika dipandang tidak lagi sejalan dengan kepentingan nasional.
“Namun, kedudukan PT. FI dalam perspektif kepentingan daerah otonom yang bersifat lex spesialis bagi Tanah Papua, perlu juga menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat,†ujarnya.
Laporan: Icahd