KedaiPena.Com – Anggota DPR RI Komisi V Perwakilan Papua, Wilem Wandik mengatakan, permasalahan Freeport menjadi rumit ketika banyak kepentingan eksternal yang ikut bermain dalam persoalan Freeport.
Menurut ia, ketika rezim UU Minerba direvisi menjadi UU nomor 4 Tahun 2009, peran daerah diperkuat dalam rangka pengelolaan sumber daya alam untuk kemandirian fiskal daerah. Istilah desentralisasi tidak hanya menyasar tata kelola pemerintahan daerah, tetapi juga memasuki skema pengelolaan SDA berbasis kemandirian.
“Polemik freeport menjadi semakin rumit, ketika pusat masih saja mempertahankan rezim pengelolaan SDA di Tanah Papua, yang mengenyampingkan kepentingan daerah. Saat ini masyarakat daerah dan Pemda di Tanah Papua menyadari pentingnya pengelolaan SDA bagi keberlangsungan pembangunan di Tanah Papua,†kata Wilem kepada KedaiPena.Com saat melalui seluler, Rabu (22/2).
Ia menyebut, Â paska50 tahun terhitung sejak fase KK pertama di tahun 67 sampai saat ini, masyarakat di Tanah Papua tidak mendapatkan keuntungan signifikan dari hadirnya investasi Penanaman Modal Asing (PMA) Â terbesar di indonesia yang di wakili oleh PT. Freeport Indonesia. Beragam dinamika kebijakan sebaliknya datang silih berganti, tetapi kesempatan bagi OAP tidak pernah diberikan oleh rezim pusat yang berkuasa.
“Baru baru ini, pihak freeport telah memberikan semacam ultimatum kepada pusat agar menyelesaikan persoalan perbedaan pandangan yang dipandang menghambat negosiasi. Dan justru pemda dan masyarakat di Tanah Papua tidak pernah mengetahui apa saja yang telah disepakati antara pusat dan pihak PT. FI. Ditengah-tengah negara demokratis, justru pusat menerapkan standar ganda ke Tanah Papua, yang menutup seluruh akses terkait isi kesepakatan renegosiasi,†urai Wilem.
Sebaiknya, tambah Wilem, pembicaraan yang bersifat elitis antara PT. FI dan Pusat akan menambah catatan negatif dalam sejarah pengelolaan SDA di Tanah Papua yang selalu dijadikan komoditas bergaining antara pihak asing dan pemerintah pusat.
“Sampai kapan ketidakadilan yang selalu dialamatkan kepada masyarakat di Tanah Papua menjadi wajah kebijakan Pusat yang selalu meng-anaktirikan rakyat dan bangsa papua.tegasnya,†pungkas Wilem.
Laporan: Icahd