Artikel ini ditulis oleh Marwan Batubara, Petisi 100 & Forum Rakyat Semesta Untuk Daulat Rakyat (FRSDR).
Pelaksanaan proyek PIK-2 sudah makan banyak korban, terutama rakyat yang tinggal di wilayah 9 kecamatan pesisir utara Provinsi Banten, membentang dari Tangerang ke arah Merak. Total rakyat yang menjadi korban bisa mencapai ratusan ribu orang. Di samping dipaksa keluar dari tempat tinggal dan menjual lahan dengan harga super murah, para korban proyek oligarki ini pun sebagian besar kehilangan mata pencaharian, sumber hidup dan kehidupan. Mereka juga tercerabut dari akar budaya leluhur dan adat yang telah hidup ratusan tahun. Tak sedikit korban rakyat korban PIK-2 menjadi gelandangan tak punya tempat tinggal, jatuh miskin, hidup tanpa pekerjaan, atau malah mati terkubur dilindas truk-truk PIK-2!
Pemaksaan, penindasan, penjajahan dan pembunuhan rakyat yang lemah ini berlangsung tanpa hambatan karena negara atau NKRI memang sudah tidak hadir di PIK-2. Pemerintahan negara yang berkuasa di PIK-2 adalah Negara Oligarki PIK-2 yang telah mengendalikan sebagian lembaga pemerintahan milik NKRI, mulai dari lurah, camat, menteri-menteri, hingga Presiden. Bahkan parlemen pusat dan daerah tunduk di bawah Negara Oligarki PIK-2 yang terdiri dari 2 unsur utama: pengusaha dan penguasa. Pengusaha tersebut meliputi pengembang, termasuk pelaksana proyek PIK-2, dan PANI yang dipimpin Aguan dan Salim. Sedang penguasa PIK-2 adalah para pejabat rezim oligarki yang dipimpin oleh Jokowi, Airlangga, dll.
Peran dan kendali rezim oligarki pimpinan Jokowi masih sangat kuat dalam pemerintahan Prabowo (non-Gibran, layak makzul). Sehingga, lebih dari 50% anggota Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Prabowo diyakini adalah “All Jokowi’s Men”, yang cukup kuat untuk mencengkeram kekuasaan dan menjalankan agenda-agenda rezim oligarki Jokowi. Maka, karena nilai bisnisnya dapat mencapai Rp20.000 triliun, PIK-2 harus berlanjut. Tak heran jika cengekraman harus dipertahankan dengan berbagai cara, termasuk menggunakan politik sprindik, ancaman gangguan ekonomi dan keuangan terhadap Prabowo, serta pemaksaan agar Maruarar Sirait, diangkat jadi Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP).
Maruarar adalah “orang dekat Aguan” titipan pengusaha oligarkis berperan melancarkan berlanjut dan suksesnya PIK-2. Terlihat PIK-2 coba “diamankan” melalui proyek 3 juta unit rumah per tahun yang jadi agenda Prabowo. Launching proyek “populis” ini dipromote dengan menunjuk perusahaan milik Aguan sebagai pionir, berupa pembangunan 250 unit di Desa Sukawali, Tangerang. Aguan pun sempat menyatakan akan membangun masjid besar dan mewah di kawasan PIK-2. Jika agenda tipu-tipu ini sukses, bisa saja Prabowo terperangkap dan tak berdaya melawan Negara PIK-2. Padahal Prabowo pernah menyatakan tidak akan membiarkan praktik negara dalam negara (20/10/2024), yang tentu termasuk Negara PIK-2.
Sejalan dengan mempromosikan program populis dan sarat pencitraan seperti program 3 juta unit rumah dan kerjasama dengan Aguan, ternyata lembaga NKRI seperti Polri masih berkeja di bawah kendali Negara Oligarki PIK-2. Hal ini dibuktikan dengan pemanggilan M. Said Didu oleh Satreskrim Polresta Tangerang untuk keterangan sebagai saksi pada 19 November 2024. Pemanggilan dikaitkan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 28 ayat (2) UU ITE tentang penyebaran informasi bersifat menghasut dan menimbulkan kebencian, Pasal 28 ayat (3) UU ITE tentang penyebaran berita bohong, serta Pasal 310 tentang pencemaran nama, dan Pasal 311 KUHP tentang fitnah.
Pemanggilan Said Didu diproses atas pengaduan ke Polresta Tangerang oleh Maskota, yang merupakan Kepala Asosiasi Pemerintahan Desa Indonesia (APDESI) Kabupaten Tangerang sekaligus Kepala Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, Tangerang. Pelaporan Said Didu ini sangat jelas mengindikasikan sistem oligarki Negara PIK-2 masih bekerja secara sistemik: ada kerja oleh struktur Polri, ada oleh struktur ASN dan ada kerja pengendali, terutama pemilik PANI, Aguan dan Salim. Tujuannya membungkam suara-suara kritis. Padahal suara Said sangat dibutuhkan rakyat guna melawan penindasan dan penjajahan Negara PIK-2 “pimpinan Jokowi”, yang telah menetapkan PIK-2 sebagai proyek strategis nasional (PSN). Maka, rakyat harus bangkit dan membela Said Didu: We – People, Stand With Said Didu!
Sesuai ketentuan PP No.42/2021, ada tujuh manfaat yang didapat proyek jika memperoleh status PSN: 1) kemudahan perizinan dalam percepatan proses perencanaan, penyiapan, transaksi, konstruksi, dst.; 2) kemudahaan pembiayaan; 3) jaminan pemerintah jika biaya proyek bersumber pembiayaan lain; 4) fasilitas program dan anggaran untuk penanganan dampak sosial; 5) kemudahan penyelesaian masalah hukum yang timbul; 6) tax holiday yang berbeda dengan tax holiday yang berlaku saat ini; dan 7) mendapat fasilitas pajak daerah berupa pengurangan, pembebasan, pemotongan dan penundaan pembayaran pokok, maupun sanksi Pajak Daerah dan Retribusi daerah (PDRD).
Dengan status PSN, pengembang PIK-2 telah menjalankan proyek sesuka hati, kebal hukum dan amoral, terutama agar dapat keuntungan semaksimal mungkin, biaya seminimal mungkin dan cepat selesai. Pelaksanaan proyek dapat berjalan demikian karena didukung penuh penyelenggara negara meliputi eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam satu komando yang sistemik dan otoriter di bawah rezim oligarki pimpinan Jokowi. DPRD kabupatan/kota, DPRD provinsi dan DPR pusat, termasuk partai-partai pun bungkam atas praktik brutal dan biadab pelaksanaan proyek PIK-2. Status PSN PIK-2 telah memberi wewenang bagi oligarki untuk menindas, menjajah dan (terbukti) telah membunuh rakyat.
Terhadap rakyat, dalam membebasan lahan, pengembang PIK-2 antara lain telah nyata merampas hak hidup dan aset rakyat, tanpa rasa keadilan dan kemanusiaan. Aguan dan Salim bersama kelompok pejabat, aparat, operator lapangan dan preman telah mempraktekkan kebijakan ala penjajah VOC berupa: 1) menggusur rakyat secara paksa; 2) menurunkan NJOP sarat konspirasi jahat; 3) memaksa jual lahan sesuai NJOP sangat rendah; 4) mengintimidasi, menguntit, menekan, meneror, menebar ketakutan; 5) mengisolasi atau menutup akses dengan tembok atau menguruk lahan sekitar; 6) mengkriminalisasi rakyat yang mempertahankan hak; 7) menimbun lahan meski belum bayar ganti rugi; 8) merusak jalan lingkungan sebagai fasilitas pendukung aktivitas dan kehidupan rakyat; 9) menggunakan truk-truk pengangkut tanah tanpa nomor polisi; 10) mengoperasikan truk penyebab polusi dan pengganggu kenyamanan publik; 11) menyebabkan korban hingga mati tanpa proses hukum, ganti rugi; 12) membangun proyek tanpa batas wilayah yang jelas sejak awal; 13) menciptakan kondisi sulit dan tak nyaman agar rakyat pindah dan menerima “perintah relokasi”; 14) menyebabkan banjir bagi daerah sekitar proyek PIK-2, setelah proyek diurug; 15) menyita surat tanah rakyat dengan membayar DP, namun tidak melunasi; 16) menghentikan sumber ekonomi dan mata pencaharian rakyat yang biasa hidup sebagai petani, petambak, nelayan, dll. Semua kejahatan ini didukung fakta, tidak asbun atau sekedar onon-omon. IRESS dan sahabat M. Said Didu memiliki data-data faktual kejahatan sistemik ala VOC, yang telah berlangsung sejak April 2024, hingga sekarang!
Terhadap Negara, pengembang PIK-2 berada di atas negara, sehingga nekad mencaplok aset-aset negara tanpa ganti rugi dan tanpa peduli dampak negatif terhadap mobilitas, akses, ekonomi, lingkungan dan kehidupan rakyat. Aset negara tersebut antara lain berupa jalan-jalan provinsi, kabupaten/kota, jalan lingkungan, irigasi, sungai-sungai, bantaran sungai, hutan mangrove, tanah timbul, pantai, muara, dan laut (bahkan laut pun sudah dipatok!) Seluruh aset negara dan ruang/fasilitas publik dapat bernilai ratusan triliun Rp ini hilang tanpa bekas dan tanpa ganti rugi kepada negara maupun publik. Hal ini dibiarkan begitu saja atau bahkan dilindungi oleh penyelenggara negara yang dipimpin Joko Widodo!
Terhadap rakyat dan Negara, Negara PIK-2 telah merubuhkan banyak sekolah, fasilitas sosial, fasilitas umum, taman-taman, masjid, balai rakyat dan musolla yang sebelumnya telah dibiayai negara/pemda maupun swasembada rakyat. Berbagai fasilitas ini telah lenyap dan dilenyapkan, tanpa pengganti dan ganti rugi yang jelas. Maka, sangat melecehkan akal sehat dan menghina kehormatan rakyat jika Aguan menyatakan akan membangun masjid besar dan megah di PIK-2, namun dengan sengaja dan brutal telah merobohkan dan telah melenyapkan puluhan atau ratusan masjid/musolla di 9 kecamatan yang digusur untuk Negara PIK-2!
Prilaku zolim, rakus dan menghalalkan segala cara ala VOC pengembang PIK-2 jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip moral Pancasila, yang antara lain melanggar sila-2, sila ke-4, dan sila ke-5 Pancasila. Pengembang PIK-2 sudah menganggap wilayah utara Pantai utara Banten, terbentang sekitar 100 km ke arah Merak, seakan milik sendiri, terutama karena mendapat dukungan penuh rezim Jokowi yang mencengkeram Indonesia melalui sistem pemerintahan oligarki yang terlibat kejahatan SCC dan dukungan China RRC.
Permenko No.6/2024 berisi norma penting dan strategis bagi negara dan rakyat telah disusupi berbagai penyelewengan yang mestinya diatur dalam UU. Penyeludupan norma hukum ini jelas melanggar konstitusi: a) Pasal 1 ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat; b) Pasal 22A: ketentuan yang harus dijalani dalam membentuk UU; c) Pasal 27 ayat (1): Segala Warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum; d) Pasal 28C ayat (2): Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan hak. Permenko No.6 juga melanggar Pasal 5 huruf-huruf a, e, f dan g, UU No.12/2011 tentang Proses Pembentukan Per-UU-an. Proyek Negara PIK-2 juga melanggar sejumlah ketentuan dalam UU terkait, seperti UU RPJMN, UU Tata Ruang, UU LH, UU Agraria, dll.
Penindasan rakyat di PIK-2 melanggar minimal 6 dari 10 amanat konstitusi UUD 1945 tentang HAM. Hak-hak tersebut meliputi: mempertahankan hidup dan kehidupan (28A), memenuhi kebutuhan dasar (28C), jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama dihadapan hukum (28D), memilih tempat tinggal dan berpendapat (28E), perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda, serta rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan (28G), mendapat perlakuan adil; hak milik pribadi tidak boleh diambil alih secara paksa (28H), hak hidup, tidak disiksa, diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan bebas perlakuan diskriminatif (28I).
Motivasi utama kejahatan sistemik state-corporate crime (SCC) ini meraih untung semaksimal mungkin dan menekan biaya seminimal mungkin. Potensi keuntungan yang dapat diraih mencapai Rp 20.000 triliun, dan ingin tetap berlanjut walau pemerintah berganti. Padahal proyek ini telah melanggar tiga prinsip dasar bernegara, yakni Pancasila, UUD 1945 dan peraturan perundang-undangan berlaku. Dengan “Negara PIK-2”, aset negara dan rakyat dirampok, rakyat diperlakukan secara biadab dan sumber penghidupannya dilenyapkan.
Karena itu, sudah waktunya rakyat bersatu membangun kebersamaan, bekerjasama dalam langkah-langkah advokasi, dan membangkitkan aksi-aksi pembangkangan (disobedience) dan perlawanan kepada negara yang berlaku fasis. Rakyat Banten bersama rakyat Jabodetabek dan seluruh Indonesia, harus segera bangkit menggugat rezim penindas dan pengkhianat yang pro oligarki, pro Negara PIK-2 dan pro China, yang telah mengangkangi daulat dan amanat rakyat, serta mengkhianati prinsip-prinsip moral, etika, kemanusiaan, keadilan dan konstitusi.
Pembangkangan dan perlawanan rakyat harus terus digelorakan, dengan tuntutan yang harus dilaksanakan pemerintahan Prabowo (tanpa Gibran) sbb:
Pertama, batalkan proyek PIK 2 segera, yang otomatis membatalkan status PSN-nya;
Kedua, tangkap dan adili pengembang proyek PIK 2 karena terlibat kejahatan SCC;
Ketiga, tuntut pelaku SCC ganti rugi ratusan hingga ribuan triliun Rp, karena telah merugikan negara, serta merugikan dan mengorbankan rakyat secara materil dan moril;
Keempat, gugat oligarki pemilik PANI yang terdaftar di BEI ke arbitrase internasional;
Kelima, proses hukum pelaku SCC karena telah melakukan pelanggaran HAM Berat;
Keenam, audit proyek PIK-2 dan semua kebijakan dan peraturan secara menyeluruh;
Ketujuh, bentuk Pansus PIK-2 di DPR guna memproses hukum SCC, memulihkan daulat rakyat dan membebaskan partai dari cengkeraman oligarki dan politik sandera Jokowi.
Kedelapan, hentikan kriminalisasi terhadap pejuang rakyat, M. Said Didu.
Rezim oligarki Jokowi telah mewariskan praktik negara dalam negara (NDN) di Rempang (Permenko No.7/2023) dan berlanjut di Negara PIK-2 (Permenko No.6/2024). Terbuka kemungkinan praktik NDN akan berlanjut ke wilayah Pantai Utara Jawa, Pesisir Sumatera dan wilayah-wilayah lain di Indonesia, jika penyelenggara negara diam atau malah ikut berkomplot dengan oligarki dan pejabat pengkhianat negara. Karena ketidakhadiran NKRI, rakyat Banten di “Negara PIK-2” telah kalah, terpuruk, terjajah, dirampok dan terbunuh saat berhadapan dengan Negara PIK-2 pimpinan Aguan dan Salim dukungan rezim Jokowi.
Karena itu, rakyat Banten dan seluruh rakyat Indoensia harus bangkit membangkang dan melawan oligarki dan melenyapkan Negara PIK-2. Presiden Prabowo dituntut tidak hanya berretorika dan omon-omon, tetapi harus bertindak: sesuai kata dengan perbuatan! Rakyat akan berada dalam barisan yang sama dengan Presiden Prabowo, sepanjang memimpin Indonesia sesuai Pancasila dan konstitusi, Sapta Marga perajurit.TNI, daulat rakyat, dan berani memenuhi 8 tuntutan rakyat di atas. Tuntutan rakyat yang sangat mendesak: lenyapkan Negara PIK-2 dan hentikan kriminalisasi Said Didu!
Jakarta, 19 November 2024.
[***]