TERIMA kasih baik Bawaslu yang sudah merespon kegelisahan rakyat atas maraknya kesalahan input data di Situng KPU dengan memberi peringatan kepada KPU.
Seperti diberitakan, Bawaslu meminta KPU untuk hati-hati saat input data karena saat ini adalah waktu-waktu yang sensitif, terutama untuk para kandidat dan pendukung capres-cawapres.
Syukurlah malamnya pada hari yang sama KPU segera merespon peringatan dari Bawaslu. KPU menyatakan benar terjadi kekeliruan entry data Situng KPU sebanyak 105 kejadian. Dirinci oleh KPU, angka 105 kejadian ini terdiri dari laporan masyarakat 26 kejadian dan hasil monitoring internal 79 kejadian.
Untuk itu, kami berterima kasih atas respon yang baik dari penyelenggara pemilu. Tapi mungkin akan lebih baik bila KPU mempublikasikan suatu berita acara yang menjelaskan tentang masing-masing dari 105 kesalahan kekeliruan entri data Situng tersebut.
Misalkan disampaikan berapa angka suara yang awalnya ditemukan yang terjadi di tiap kejadian, sebelum diperbaiki. Tujuannya tak lain agar kami bisa memperkirakan berapa besar potensi penggelembungan suara di TPS yang terjadi dari 105 kejadian tersebut.
Karena, dari pemberitaan, ada yang angkanya sangat fantastis semisal di Gianyar, Bali. Penggelembungan suara untuk pasangan 01 dari seharusnya 183 suara menjadi 1.883 suara, sekitar 1700 suara.
Bila kami tidak tahu persis berapa penggelembungan di 105 kejadian, bisa saja kami menyamaratakan dengan kejadian di Bali besarnya. Setiap kejadian terjadi penggelembungan suara sebesar 1700 suara, yang bila dikalikan 105 maka besarnya menjadi 178.500 suara.
Artinya dari 105 kejadian di TPS, kurang dari 0,5% dari total 248 ribu TPS yang sudah masuk, (per jam 21.00 hari ini di Situng) yang baru sebesar 30,5% dari seluruh TPS di Indonesia, sudah terjadi upaya penggelembungan suara (hitungan kasar saya) sebesar 178.500 suara.
Masih ada 59,5% TPS yang belum masuk Situng KPU. Bukan tidak mungkin dalam sisa waktu ini terjadi lagi upaya-upaya penggelembungan suara pasangan 01 (dan di beberapa kasus pemotongan suara pasangan 02) yang lebih masif.
Terutama sekali, karena (sudah banyak tulisan yang menganalisa) pada tahap awal hingga sekarang Situng KPU terkesan lebih mendahulukan daerah-daerah di mana pasangan 01 menang, sedangkan daerah yang menang pasangan 02 cenderung lambat diinput.
Ada yang menduga ini sengaja dilakukan untuk menyamakan angka tabulasi Situng KPU dengan angka quickcount lembaga-lembaga survei pada 17 April lalu. Mungkin saja.
Selain itu, saya juga mempertanyakan tindakan tegas KPU pada para pelaku kesalahan input yang berada di belakang 105 kejadian tersebut. Karena mungkin saja, karena tidak ada tindakan hukuman yang tegas, bukan tidak mungkin dapat terjadi kesalahan input yang lebih masif ke depannya.
Tidak lagi hanya sebesar 105 kejadian yang terjadi selama seminggu terakhir, ini waktu penghitungan masih ada lebih dari 3 minggu, mungkin saja akan terjadi ribuan kejadian dengan skala kesalahan input yang lebih besar.
Tolong dipertimbangkan untuk pemberian hukuman yang tegas kepada para pelaku kesalahan input Situng KPU. Bukankah sudah ada pasal-pasal hukum pidananya atas tindakan semacam ini. KPU tidak boleh terlalu longgar atas hal ini.
Belajar dari Kasus Banjarnegara
Namun, perlu saya sampaikan hasil penemuan singkat saya, untuk memberikan gambaran lebih mendalam tentang Situng KPU bekerja hingga saat ini. Penemuan ini saya lakukan kemarin malam (23/4/2019), dengan cara berselancar masuk ke situs Situng KPU memeriksa angka input dan upload C1 sampai kelevel TPS.
Sengaja saya memilih satu sampel kecamatan di Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, wilayah basis pasangan 01. Saya pilih Kecamatan Banjarnegara, yang memiliki 17 Kelurahan. Dari 17 kelurahan tersebut, sebanyak 9 kelurahan sudah masuk data perolehan suara TPS-TPS-nya ke Situng KPU. Total TPS di 9 kelurahan tersebut adalah sebanyak 79 TPS. Temuan saya antara lain:
1. Dari 79 TPS yang di-input ke Situng KPU, terdapat 35 TPS (44%) yang tidak melampirkan (upload scan) lembar C1 perolehan suara pilpres. Jadi dari keseluruhan TPS yang telah diinput di Kecamatan Banjarnegara, terdapat 44% TPS yang ada angka perolehan suara, tapi tanpa bukti upload scan C1 perolehan suara.
2. Di 6 kelurahan (Banjarkulon, Beji, Jenggawur, Kesenet, Paseh, dan Pekandangan), sebanyak 54 TPS, terdapat 8 TPS yang tidak melampirkan lembar C1 perolehan suara pilpres (beberapa hanya melampirkan halaman pertama C1 yang tidak berisi perolehan suara, ada yang melampirkan lembar perolehan legislatif).
Setiap kelurahan ada 1-2 TPS yang tidak meng-upload C1. Perlu diketahui, rata-rata perolehan suara pasangan 01 di 6 kelurahan ini adalah 64%, dan perolehan suara untuk 02 sebesar 36%. Di bawah angka hasil quickcount kemenangan 01 di Jawa Tengah.
3. Yang perlu menjadi perhatian adalah di 3 kelurahan (Sigeblog, Sejenggung, dan Sijeruk), karena total seluruh 25 TPS di sini tidak ada satupun TPS yang melampirkan lembar C1. Yang dapat kita lihat di Situng KPU hanya angka perolehan suara saja, tanpa bukti C1.
Menariknya di 3 kelurahan ini kemenangan pasangan 01 justru sangat besar atas pasangan 02, sebut saja: di Sigeblog pasangan 01 menang 72% (pasangan 02: 28%), Sejenggung pasangan 01 menang 89% (pasangan 02: 11%), dan Sijeruk pasangan 01 menang 76% (pasangan 02: 24%).
Saya tidak tahu apakah temuan saya di Kecamatan Banjarnegara (Kabupaten Banjarnegara) ini juga terjadi di kecamatan-kecamatan lain di Jawa Tengah atau bahkan se-Indonesia. Mungkin saja. Tapi bila saya boleh menggeneralisir, dari tiga temuan di atas dapat saya simpulkan:
1. Level keyakinan saya terhadap akurasi angka perolehan pasangan pilpres yang disajikan Situng KPU hanya 56%, karena dari keseluruhan TPS sekitar 44%-nya tidak melampirkan bukti C1. Situng KPU kurang transparan.
2. Potensi penggelembungan suara 01 dan pemotongan suara 02 di Situng KPU dapat terjadi pada TPS-TPS yang tidak melampirkan bukti C1 perolehan suara pilpres, dan akan semakin parah terutama di kelurahan-kelurahan yang angka kemenangan 01 sangat besar.
Pada 44% TPS tanpa C1 di Situng KPU inilah perhatian publik harus menyorot terutama berbekal C1 yang dimiliki oleh saksi resmi dari partai atau C1 yang berhasil difoto publik.
Sebagai penutup, saya sangat menyarankan agar publik secara luas untuk bersama menyoroti Situng KPU ke depannya hingga 22 Mei 2019. Memang Situng KPU bukanlah penentu akhir, karena yang menentukan adalah rekapitulasi manual KPU.
Tetapi dalam konteks saat ini Situng KPU seolah bertambah fungsinya menjadi pembenar dari quickcount lembaga-lembaga survei, dengan bersikap longgar terhadap banyak terjadinya penggelembungan dan pemotongan suara serta kurang transparan, sehingga melenceng dari fungsi aslinya.
“Situng KPU dibuat untuk memudahkan masyarakat dalam memperoleh informasi mengenai hasil Pemilu 2019. Situng diperlukan untuk mempermudah kerja KPU.”
Oleh Gede Sandra, Analis Pergerakan Kedaulatan Rakyat