KedaiPena.Com – Direktur Lembaga Anti Fraud (Latifa) Perbanas Institute, Haryono Umar meminta, agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat memantau segala potensi suap dan penyalahgunaan APBD dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tahun ini.
Haryono sapaan karibnya mengatakan potensi tindakan korupsi dalam penyelenggaraan pilkada sangat besar lantaran seseorang calon kepala daerah memerlukan dana sebagai syarat untuk maju dalam pesta demokrasi tersebut.
Dana-dana tersebut, kata Haryono, digunakan untuk membiayai para calon kepala daerah dalam mendapatkan suara dan kebutuhan lain, sehingga potensi korupsi sangat besar terjadi.
“Untuk biaya tersebut kan itu kadang mungkin ada yang punya dana, tapi banyak juga ya tidak punya. Dan kemudian pada akhirnya memanfaatkan jabatan di pemerintahan,” ujar Haryono dalam perbincangan dengan KedaiPena.Com, Sabtu (6/1/2018).
“Ibaratkan dia petahana terus mendapatkan bantuan dari sponsor untuk kembali mencalonkan diri, itu kan gratifikasi, itu kan korupsi. Lalu juga saat ada calon kepala daerah yang menggunakan APBD untuk maju pada pilkada itu juga tindakan korupsi,” tambah Haryono.
Kemudian, lanjut Haryono, penggunaan aset-aset negara seperti kendaraan, rumah dinas bahkan aula dalam penyelenggaraan pesta demokrasi juga dapat dikatakan sebagai bentuk tindakan korupsi.
“Dalam proses pencegahan dan antisipasi tindakan korupsi dalam penyelenggaraan pilkada, KPK tidak bisa bekerja sendirian. KPK perlu berkerja sama dengan lembaga lain semisal Bawaslu,” imbuh eks pimpinan KPK ini.
Tidak hanya itu, ujar Haryono, kerja sama yang dilakukan KPK dengan lembaga-lembaga lain tersebut juga berguna untuk menepis persepsi ‘tebang pilih’ yang selama ini bersemat di tubuh lembaga pimpinan Agus Rahardjo ini.
“Jadi pihak lain yang beranggapan KPK tebing pilih bisa menilai KPK melakukan apa. Dan itu juga yang perlu ditekankan KPK dalam mencegah potensi tindakan korupsi dalam pilkada,” pungkas Haryono.
Laporan: Muhammad Hafidh