KedaiPena.Com – Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP Antonius Benny Susetyo menyatakan, bahwa sosok ikon pancasila di tahun 2000-an Pdt. Dr. SAE Nababan, LID selalu meyakini dialog adalah tindakan untuk membangun perjumpaan.
Hal tersebut disampaikan oleh Benny sapaanya Dalam Focus Group Discussion (FGD) Malam Refleksi atas Hidup Pdt. Dr. SAE Nababan, LID. Benny menyatakan, bahwa hal yang perlu diteladani dari SAE Nababan adalah perjuangannya mewujudkan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang universal.
“Kita tidak seharusnya berdiam diri. Kekristenan di Indonesia harus mampu mewujudkan gereja yang inklusif dan membicarakan nilai-nilai keadilan; tidak ada mayoritas dan minoritas, semua orang sama kedudukannya,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa, (25/5/2021).
Menurutnya, inilah pengamalan nilai Pancasila yang ditunjukkan oleh almarhum.
“Membela nilai universal kemanusiaan adalah cara untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia. Menurutnya, melalui dialog, kita mendapatkan titik temu untuk mewujudkan nilai cinta kasih dalam perbuatan yang nyata, bukan menjadi sarana pemaksaan,” imbuhnya.
Lanjut Benny, almarhum mengamalkan bahwa dialog itu bukan dilakukan untuk kepentingan segelintir orang atau kelompok semata, melainkan untuk menjunjung tinggi nilai kemanusiaan dan keadilan bagi seluruh orang, tidak memandang latar belakang, suku bangsa, atau agamanya.
“(Dalam) kasus Poso, Ambon, dan Ahmadiyah, kami terlibat langsung dalam proses dialog, untuk menghadirkan nilai keadilan bagi semua orang. Agama harus mampu mewujudkan Indonesia yang berkeadilan, keluar dari stigma SARA, dan semua orang setara, tidak ada mayoritas minoritas,” katanya.
Menurut Benny, semangat mewujudkan nilai kemanusiaan dan keadilan yang setara dan seluruhnya tanpa terkecuali adalah pengamalan nilai Pancasila yang dipegang oleh almarhum.
“Perjuangan atas demokrasi adalah memperjuangkan harkat dan martabat manusia; keadilan harus diperjuangkan. Kita harus berani bersuara saat ada kezoliman yang menimpa manusia, seperti pekerja imigran, pelaut yang dibuang di laut; bukan hanya perjuangan golongannya sendiri saja yang diperjuangkan,” tegas Benny soal warisan pemikiran Pendeta Nababan yang perlu diperjuangkan selanjutnya oleh semua orang.
Hadir dalam diskusi ini juga adalah Basa Hutabarat, yang sering bekerja sama dengan almarhum. Menurutnya, mengamalkan teladan Pendeta Nababan adalah dengan cara belajar lebih dalam dan menggali ilmu dalam hidup.
“Agar kita mampu berdialog dengan banyak orang dengan latar belakang yang beragam, diperlukan ilmu dan pemahaman yang baik sehingga dialog dapat berjalan dengan lancar,” tuturnya.
Gomar Gultom menambahkan bahwa warisan almarhum untuk Indonesia adalah kemampuannya dalam membuat visi dan misi yang luas dan berjangka panjang.
“Seringkali banyak yang melihat hanya jangka pendek saja. Dia mampu melihat dan memiliki visi yang luas, sehingga ide dan gagasan banyak dihasilkan olehnya,” ujarnya.
Barita Simanjuntak menyatakan tentang nilai-nilai yang almarhum ajarkan kepada dirinya.
“Pertama, cemerlang saat dibutuhkan. Kedua, jujur agar dapat dipercaya, dan yang ketiga adalah peduli kepada sesama. Dan satu lagi, integritas, anti korupsi, dan pro keadilan; semua nilai itu dibutuhkan oleh kita semua sebagai bangsa Indonesia yang hidup dengan dasar yang adalah Pancasila,” tutupnya.
Acara diskusi ini juga dihadiri oleh berbagai tokoh, seperti Gomar Gultom (Ketua Umum PGI), Barita Simanjuntak (Ketua Komisi Kejaksaan), Benny Sinaga (Ketua STB HKBP), Basa Hutabarat (Sekretaris Eksekutif KNLWF), Sahat Martin Phillip (Sekum GAMKI), Erasmus Napitupulu (Direktur Eksekutif ICJR), serta Hotasi Nababan sebagai perwakilan dari keluarga, dan moderator oleh Aviva Nababan (Aktivis HAM dan Demokrasi).
Laporan: Muhammad Hafidh