REKLAMASI Teluk Jakarta resmi dihentikan untuk sementara waktu. Keputusan ini diambil setelah DPR bersama Kementrian Kelautan dan Perikanan melakukan pertemuan. Bukan hanya itu, keputusan itu merupakan kesepakatan dalam pertemuan lintas sektoral antara antara Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementrian Koordinator Kemaritiman dan Sumberdaya, kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemprov Jakarta.
Walhi menilai hal tersebut belum menjawab tuntutan dan kegelisahan masyarakat dan nelayan akan dampak reklamasi Teluk Jakarta yang merupakan kawasan strategis nasional dan kawasan sumber mata pencaharian para nelayan.
Posisi Teluk Jakarta merupakan kawasan stategis nasional seperti yang tertuang dalam PP No. 26 Tahun 2008 dan dilanjutkan dengan PerPres No.122 Tahun 2012 dan turunannya. Ini kemudian mengatur bahwa kewenangan reklamasi dengan luasan dari 25 Ha dan di atas 500 Ha berada di tangan Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Karena status kawasan yang merupakan kawasan stategis nasional mengisyaratkan bahwa seluruh kegiatan yang berada didalam kawasan tersebut, termasuk reklamasi memberikan implikasi secara nasional, sehingga perlu kehati-hatian dalam melaksanakannya, terutama imbasnya terhadap kehidupan masyarakat lokal dan regional di sekitar Jabotabekpunjur.
Dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta telah menyalahi aturan dengan menerbitkan izin reklamasi melalui SK Gubernur DKI No. 2238 Tahun 2014 tanpa melalui pembuatan dan pengesahan Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Perda Tata Ruang Kawasan Srategis Pantai Utara Jakarta terlebih dahulu.
Di sisi lain, jika dilihat dari persprektif lingkungan, proses pembuatan dan pengkajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan yang dilakukan secara parsial oleh pengembang yang dibantu oleh konsultan serta direstui oleh Pemprov DKI.
Walhi menilai hal ini merupakan suatu pengkhianatan terhadap komitmen pelestarian dan perlindungan lingkungan hidup. Pengkajian AMDAL secara parsial menyebabkan dampak penting secara nasional tidak akan terlihat, bahkan dampak penting secara regional pun tereduksi, menjadi dampak tidak penting yang menyebabkan perhatian pengembang terhadap dampak tersebut menjadi kecil.
Bahkan bukan tidak mungkin diabaikan, seperti dampak pada mata pencaharian nelayan yang terganggu oleh pembangunan pulau-pulau palsu tersebut.
Terganggunya bahkan hilangnya mata pencaharian nelayan Jakarta dan sekitarnya merupakan dampak penting yang perlu diperhatikan dan menjadi pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dampak yang pasti terjadi apabila reklamasi tetap dilaksanakan adalah sebanyak 18.947 nelayan di Teluk Jakarta akan kehilangan lahan tangkapan atau terpaksa memutar untuk mencapai lokasi penangkapan ikan.
Harga bahan bakar yang sudah sangat tinggi mengakibatkan biaya operasional tinggi, akhirnya mematikan rezeki kaum nelayan dan meningkatkan pengangguran.
Selain itu reklamasi berpotensi menimbulkan dampak yang tidak kecil, bahkan cenderung mengarah ke bencana nasional di Jakarta, khususnya di Jakarta Utara dan sekitarnya. Hal ini karena proyek reklamasi Jakarta ini tidak hanya melibatkan kota Jakarta saja sebagai tapak pengurukan laut Teluk Jakarta, tapi daerah lain sebagai lokasi pengerukan pasir dan material pengurukan laut tersebut seperti di serang dan sekitarnya.
Selain itu berdasarkan kajian awal potensi dampak yang terjadi di antaranya, terjadinya sedimentasi (pendangkalan) seluruh sungai yang mengarah ke Teluk Jakarta. Hal ini karena pengurukan Teluk Jakarta berupa pulau (yang notabene lebih tinggi dari muka air laut ) hanya menyisakan sedikit ruang antar pulau untuk laju air sungai di laut menjadikan Teluk Jakarta sebagai penerima akhir aliran air sungai.
Dan sedimennya lama-kelamaan semakin landai sehingga menghambat proses laju arus sungai ke laut. Sedimen yang terbawa di sungai mengendap dan membentuk pendangkalan sungai.
Akibat pendangkalan sungai maka logam berat dan bahan pencemar lainnya yang terbawa di sungai akan ikut mengendap sehingga berpotensi mencemari air tanah dan air sumur penduduk sekitar sungai.
Kenaikan muka air laut setiap tahunnya ikut menahan laju aliran air sungai ke Teluk Jakarta sehingga semakin manahan laju air sungai ke Teluk Jakarta.
Akibat dari itu semua, maka dampak besar yang akan terjadi adalah banjir besar yang akan melanda Jakarta. Hal ini dapat dipahami apabila laju air sungai sudah tidak dapat mengalir dengan sempurna sedangkan penerimanya di Teluk Jakarta sudah mengalami pendangkalan ditambah dengan air laut yang pasang maka air sungai tidak akan pernah sampai ke laut dan menggenangi seluruh kota Jakarta.
Jika dilakukan pengkajian secara nasional dari sisi lingkungan hidup, maka akan terlihat dampak yang sesungguhnya, seperti sedimentasi sungai. Sedimentasi terjadi akibat pendangkalan Teluk Jakarta karena adanya pulau-pulau palsu yang menyebabkan sedimen bawaan dari sungai terhambat laju alirannya menuju laut, akibatnya sungai menjadi dangkal.
Terjadinya banjir besar yang tidak terduga dan sulit untuk diatasi. Terhambatnya aliran sungai akibat pendangkalan mengakibatkan laju aliran air sungai terhambat dan menggenangi daerah sekitar bantaran sungai, jika disertai kemungkinan tingginya permukaan air laut yang serung terjadi akhir-akhir ini maka potensi banjir akan lebih luas dari tahun-tahun sebelum ada reklamasi.
Pencemaran air tanah dan air sumur penduduk. Dangkalnya sungai mengakibatkan bahan kimiawi yang terbawa oleh sungai tidak dapat mengalir kelaut, sehingga banjir besar terjadi dan menggenangi air sumur dan air tanah, sehingga potensi kekurangan air bersih semakin mengancam wilayah jakarta.
Hancurnya ekosistem di daerah yang menjadi lokasi pengambiilan pasir. Pengurukan pulau palsu dengan menggunakan pasir yang diambil dari daerah sekitar seperti di serang pulau tunda tanpa kajian dampak lingkungan dan pengaturan yang baik terlebih dahulu berpotensi menimbulkan dampak bencana lingkungan yang besar, seperti hilangnya pulau, hancurnya ekosistem pantai lokasi pengerukan, dan terganggunya perekonomian nelayan disekitar lokasi tersebut.
Hilangnya pulau-pulau lokasi pengambilan pasir. Berdasarkan informasi yang didapat, daya hisap kapal pengeruk pasir bisa mencapai puluhan ribu ton pasir /hari/kapal, hal ini sangat membahayakan dan mengancam keberlansungan kehidupan ekosistem didaerah tersebut, bahkan bisa menghilangkan satu pulau hanya dengan waktu seminggu saja.
Terganggunya vegetasi mangrove dan ekosistemnya di teluk jakarta dan sekitarnya. Vegetasi mangrove sejatinya digunakan untuk menahan laju arus laut dan menahan laju abrasi laut tanpa harus mengorbankan ekosistem sekitarnya, bahkan cenderung dapat menimbulkan manfaat lain seperti menjadi tempat bereproduksinya ikan-ikan maupun hewan laut lainnya.
Adanya reklamasi berpotensi meningkatkan gangguan terhadap eksosistem tersebut, bahkan tidak menutup kemungkinan vegetasi dilindungi tersebut akan dihilangkan karena dianggap tidak diperlukan lagi karena laju arus laut sudah ditahan oleh pulau palsu tersebut. Hal ini tentu sangat merugikan terutama mereka yang mencari hidup dari ikan yang ada di hutan mangrove tersebut.
Hilangnya biota dan terumbu karang di teluk jakarta dan sekitarnya. Hancurnya karang dan biota laut seperti ikan dan kerang yang hingga saat ini masih menjadi alternatif masyarakat kecil untuk mencari kehidupan merupakan salah satu dampak besar yang berpontensi muncul, apabila tidak diantisipasi maka akan menambah jumlah angka kemiskinan di DKI Jakarta.
Hancurnya perekonomia masyarakat nelayan. Jumlah nelayan di Teluk jakarta berdasaarkan data tahun 2012 berjumlah 18.947 jiwa. Tingginya harga BBM dan perubahan jalur nelayan menjadi lebih jauh akibat dari Pelaksanaan reklamasi Teluk Jakarta berpotensi merugikan nelayan bahkan bisa menyebabkan gulung tikarnya nelayan-nelayan kecil yang memiliki modal terbatas, hal ini pun dapat menyumbang angka kemisikan dan memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin di Jakarta.
Berdasarkan hal tersebut, maka tidak ada pilihan lain selain menghentikan segala upaya reklamasi Teluk Jakarta dan memindahkan pusat pembangunan keluar dari Jakarta yang sudah tidak mampu menampung beban pembangunan baik dari segi fisik seperti penurunan muka tanah, maupun kimia seperti pencemaran air, udara maupun sosial budaya seperti dampak urbanisasi manusia dari desa dan dampak pada kesehatan masyarakat.
Oleh Puput TD Putra, Direktur Eksekutif Walhi DKI Jakarta