KedaiPena.Com – Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nusa Tenggara Timur mengecam kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan Deddy Febrianto Holo, lantaran mengkritik kebijakan Pemerintah Kabupaten Sumba Timur.
“Kami mengecam bentuk kriminalisasi yang dilakukan Bupati Sumba Timur terhadap aktivis sahabat alam Wahli NTT, Deddy Febrianto Holo, yang dianggap melakukan pencemaran nama baik,” ujar Direktur Eksekutif Walhi NTT, Umbu Wulang Tanaamahu, via rilis kepada Kedaipena.com, Minggu (18/11).
Pengadilan Negeri Waingapu diketahui, memutuskan Dedy mencemarkan nama baik Bupati Gidion Mbilijora dan Wabup Umbu Lili Pekuwali, 17 November. Deddy dipidana kurungan empat bulan dan denda Rp100 juta subsider dua bulan kurungan penjara.
Wulang menjelaskan, persoalan bermula pada 7 Februari silam. Kala itu, Deddy mendapat surat panggilan untuk dimintai keterangan terkait dugaan pencemaran nama baik via Facebook yang katanya dilaporkan oknum PNS setempat.
Deddy di akun Facebook menulis, “Di mana keberpihakan GBY-ULP soal PT Ade Agro yang sampai saat ini HGU belum dicabut? Apa masih senang mendapatkan kawadak?”
Dasar pertimbangan majelis hakim pada makna kata “kawadak” yang menurutnya bermakna ganda. Namun, diartikan sebagai uang berdasarkan penjelasan ahli budaya Frans Wora Hebi dan mengenyampingkan bukti yang diajukan terdakwa, Kamus Bahasa Sumba Kambera yang ditulis OE H Kapita.
Menurutnya, tindakan tersebut merupakan upaya kriminalisasi yang dilakukan kepala daerah terhadap aktivis yang kritis dengan kebijakan pembangunan. “Seolah-olah memberikan kesan, bahwa kalau anda melawan, saya maka penjara tempat anda,” tambahnya.
Wulang menambahkan, kriminalisasi itu bagian dari upaya pengalihan perhatian publik, terutama pemerhati lingkungan dan pangan terhadap izin perkebunan tebu PT Muria Sumba Manis. Perusahaan tersebut beroperasi tanpa mengantongi berbagai izin lingkungan. Bahkan, telah merambah hutan primer.
Dia menambahkan, sikap kritis yang disampaikan Deddy tak lain yakni untuk membantu negara dalam mencegah pengabaian hak warga terkait kelestarian ekologis dan berdaulat atas wilayah kelolanya.
Wulang mengingatkan, Pasal 66 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan, setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.