KedaiPena.com – Kebutuhan akan UU Sistem Pendidikan Nasional memang merupakan suatu hal yang sangat mendesak saat ini. Tapi bukan berarti penyusunannya dilakukan secara diam-diam, buru-buru dan tak melibatkan pihak yang kompeten hingga publik. Tujuannya tentu agar undang-undang yang dihasilkan nanti mampu menjadi suatu hal yang komprehensif, futuristik dan berbasis pada nilai-nilai Indonesia.
Pengamat Pendidikan Indra Charismiadji menyatakan kebutuhan akan sistem pendidikan nasional yang baik merupakan hal utama dalam upaya menciptakan generasi bangsa yang memiliki kompetensi dan mampu bersaing dalam berbagai bidang.
“Kita memang membutuhkan sistem pendidikan yang diperbaharui. Karena memang itu amanat konstitusi, yang menyebutkan mencerdaskan kehidupan bangsa. Sementara dengan sistem yang sekarang, melalui beberapa kajian megindikasikan bahwa sistem yang ada tidak mencerdaskan. Jadi ya harus dibenahi,” kata Indra saat dihubungi, Sabtu (9//2022).
Untuk membenahi sistem pendidikan nasional ini, Indra menegaskan harus lah dengan prosedur yang mengakomodir setiap kepentingan bangsa.
“Publik harus diikutsertakan. Kalau sekarang kan sembunyi-sembunyi, diam-diaman. Kami ini sudah trauma dengan UU yang Roro Jonggrang, yang jadi dalam semalam. Dan buntut-buntutnya menyuruh gugat ke MK,” ucapnya.
Ia mempertanyakan mengapa tidak sejak awal saja, pemerintah atau dalam hal ini pihak kementerian terkait melibatkan semua pihak kompeten dan publik.
“Kalau sibuk gugat menggugat, kapan pendidikannya mau berjalan,” ucapnya lagi.
Indra menyatakan dari apa yang disampaikan oleh pihak kementerian terkait, terlihat bahwa penyusunan RUU Sistem Pendidikan Nasional, yang katanya mau diajukan pada bulan Juni 2022, tidak disusun dengan baik dan tidak melibatkan piihak berkompeten di bidangnya.
“Lihat saja video kklarifikasinya. Mendikbud bilang apa, Menag bilang apa. Bertolak belakang keterangannya, padahal bersamaan. Takutnya malah kedua menteri itu belum baca RUU-nya,” tandasnya.
Ia menjelaskan problematika pendidikan Indonesia sangatlah kompleks. Baik karena luasnya wilayah geografi dan banyaknya jumlah penduduk.
“Misalnya akses pendidikan. Masih ada 2 persen anak Indonesia yang belum mengecap jenjang pendidikan SD, 20 persen usia SMP yang belum bersekolah. Bahkan ada 40 persen usia SMA yang tidak bersekolah. Itu baru sekolah, belum mutu pendidikan hingga kesejahteraan guru,” kata Indra.
Ia mengharapkan pemerintah lebih serius dalam mengani masalah pendidikan nasional ini dan mau untuk melibatkan pihak-pihak berkompeten dan publik.
“Program itu yang jelas. Karena kan berhubungan dengan masa depan bangsa. Ini bukan bangun jembatan, yang salah bangun tinggal dirubuhkan lalu dibangun ulang. Kalau bangun manusia, salah langkah, satu generasi bakal hilang. Jangan sembarangan. Jangan seenaknya saja menyelesaikan masalah pendidikan Indonesia,” pungkasnya.
Laporan: Natasha