KedaiPena.com – Pengajuan judicial review terkait pemungutan suara yang dilakukan, dinyatakan sebagai bentuk tinjauan atas sistem Pemilu di Indonesia, agar lebih menjunjung nilai demokrasi.
Pengacara Tridharma Law Firm, Fathurrahman menyebutkan pengajuan judicial review ke Mahkamah Konstitusi dengan nomer perkara 114/PUU-XX-/2022, dilakukan pada Kamis (15/12/2022).
“Mereka menggugat pasal yang mengatur pemungutan suara, yang dilakukan dengan mencoblos calon anggota legislatif atau sistem proporsional terbuka. Mereka ingin proporsional tertutup yang diterapkan,” kata Fathurrahman, Jumat (16/12/2022).
Ia menyampaikan pasal yang digugat adalah Pasal 168 ayat 2, Pasal 342 ayat 2, Pasal 353 ayat 1 huruf b, Pasal 386 ayat 2 huruf b, Pasal 420 huruf c dan d, Pasal 422, Pasal 424 ayat 2, dan Pasal 426 ayat 3 UU Pemilu.
“Para pihak memohonkan menjadi pihak terkait atau pemohon intervensi terdiri dari beberapa daerah dan layar belakang pekerjaan. Ada sebagai Mahasiswa, Petani, Wiraswasta, Wirausaha, lainnya. Termasuk ada yang berasal dari kader partai politik,” ujarnya.
Fathurrahman menyebutkan jika judicial review ini dikabulkan, maka akan berdampak secara hukum pada para pihak dan masyarakat.
“Yang secara hukum memiliki Hak Konstitusional dan menjunjung tinggi demokrasi dan bila proposional pemilu secara tertutup dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi, akan menjadikan Pemilu Indonesia hanya dikuasai oleh elit partai, sehingga menyebabkan kader-kader terbaik yang berkualitas di masyarakat tidak bisa terlibat dan masuk dalam politik karena telah dikuasai elit partai,” ujarnya lagi.
Secara terpisah Direktur LBH Tridharma Indonesia, Yudi Rizali Muslim menyatakan pengajuan intervensi ini adalah masukan kepada Mahkamah Konstitusi.
“Bahwa judicial tentang perubahan dari proposional terbuka menjadi proposional tertutup adalah hal yang keliru dan salah kaprah serta jauh dari semangat pemilu yang demokratis,” kata Yudi.
Terkait para pemohon intervensi yang mengaku sebagai kader partai nasdem dan PDIP, Yudi menyatakan bahwa mereka tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing untuk mengajukan permohonan, kecuali dilakukan oleh ketua partai politik. Ia menegaskan pengajuan tersebut tidak bisa secara perorangan melegitimasi seolah menjadi pimpinan.
“Saya harapkan permohonan tersebut ditolak dan tetap memberlakukan sistem proporsional terbuka dalam pemilu kedepan,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Rafik