KedaiPena.Com- Politik anggaran yang bijak penting untuk meningkatkan pendidikan bangsa yang lebih kuat. Karena itu, anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) saat ini masih belum mencerminkan pendidikan yang sesungguhnya di Indonesia.
“Karena 20 persen itu masih terserap oleh litbang-litbang (penelitian dan pengembangan) dan R&D (research and development) di beberapa kementerian yang ada di Indonesia seperti PU (Kementerian PUPR), Kemendikbud Ristek, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, mereka semua mempunyai litbang. Coba kalau ini kita persatukan untuk semua, mencerdaskan kehidupan bangsa ini akan lebih kuat lagi,” kata Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Achmad Hafisz Tohir,Sabtu,(4/6/2022).
Legislator Dapil Sumatera Selatan I, ini menambahkan langkah meningkatkan pendidikan dalam negeri. Atas dasar itu, tegas dia, anggaran pendidikan 20 persen dari APBN harus betul-betul dialokasikan bagi pendidikan dan tidak diserap untuk hal lain.
“Artinya tidak hanya cukup 20 persen itu untuk mengcover semuanya. Jadi kalau mau betul-betul mencerdaskan kehidupan bangsa, 20 persen itu betul-betul untuk pendidikan, bukan untuk yang lain-lain, departemen yang lain-lain lagi,” ujarnya.
Terkait pendidikan di masa pandemi, Wakil Ketua umum PAN ini menegaskan dengan anggaran Covid-19 sebesar Rp1.000 triliun, harusnya anggaran tersebut bisa mengarah kepada daerah-daerah yang rentan terhadap kegagalan pendidikan, misalnya daerah terpencil dan daerah-daerah dengan jaringan internet yang rendah.
“Jangan sampai kita secara konvensi ikut peraturan WHO mengenai Covid tetapi tidak berjalan, karena mereka tidak bisa melakukan sekolah-sekolah melalui Zoom (virtual) karena tidak ada internet. Ini yang saya katakan tadi bahwa bahwa ketika persoalan itu ada maka pemimpin harus hadir di daerah tersebut,” imbuhnya.
Terlebih, lanjut politisi PAN tersebut, Indonesia diperkirakan akan mengalami puncak bonus demografi pada 2030 mendatang. Oleh sebab itu, sumber daya manusia yang ada harus dibekali dengan pendidikan.
“Kalau kita betul-betul ingin rakyat Indonesia ini mengenal teknologi dan kuat di perekonomiannya serta mampu berdiri sendiri di atas kaki dan tangannya, maka mau tidak mau sumber daya manusia yang katakanlah kita mendapatkan bonus demokrasi ini harus diberi senjata, apa itu senjatanya pendidikan,” pungkasnya.
Laporan: Muhammad Hafidh