KedaiPena.Com – Mungkinkah wakaf akan menjadi salah satu pilar dalam perekonomian Indonesia?
Wakil Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Imam Teguh Saptono memaparkan dalam sejarah, tercatat penggunaan wakaf mampu meningkatkan perekonomian negara Islam di zaman itu.
Dalam dunia modern, penggunaan wakaf sebagai pilar perekonomian sudah terlihat di Johor, Bangladesh maupun Saudi Arabia.
“Seharusnya pilar ekonomi itu bermanfaat bagi kemashlahatan masyarakat banyak, jangan seperti yang diucapkan Amien Rais, bahwa sekitar 80 persen perputaran ekonomi Indonesia itu dimiliki oleh 1 persen penduduk. Kita harus melihat apa yang sudah dicapai oleh pengelolaan wakaf yang dilakukan ole negara-negara lain. Contohnya adalah keberadaan rumah sakit Medika Permata Hijau Jakarta, yang merupakan hasil pengelolaan wakaf salah satu perusahaan asal Johor,†kata Imam saat FGD Wakaf  di Kantor Pusat BNI Syariah Jakarta ditulis Jumat (4/10/2018).
Imam juga menyatakan wakaf pun jika dikelola dengan profesional akan mampu memberikan manfaat bagi setiap pihak yang membutuhkan.
“Contohnya adalah yang dilakukan PT. Hydro Retailindo yang 75 persen sahamnya dimiliki Global Waqf Corp. Salah satu yang sudah merasakan dari profit pengelolaan wakaf dari perusahaan ini adalah korban bencana Lombok,†ujar Imam.
Potensi wakaf Indonesia sendiri saat ini berjumlah 435.944 hektar  tanah dengan mayoritas invetasinya pada masjid dan mushala dan potensi wakaf tunai adalah Rp77 triliun per tahun dengan metric potensi wakif adalah dari 63 persen dari 117 juta penduduk Indonesia muslim.
“Sejak dicanangkan SBY tahun 2010 hingga Maret 2018, dana wakaf tunai yang terkumpul baru Rp199 milyar. Ini memang sangat sedikit dibandingkan potensinya. Tapi saya yakin, dengan adanya literasi tentang wakaf tunai yang lebih baik dan diperbaikinya sistem pelaporan wakaf pada BWI, maka jumlahnya akan jauh lebih besar dari yang ada sekarang,†kata Imam melanjutkan.
Potensi wakaf tunai yang besar ini, menurut Imam akan mampu menjadi solusi saat pemerintah memiliki kesulitan dalam hal pemodalan maupun pembiayaan pembangunan.
“Peran wakaf tunai saat negara defisit adalah membuat negara tetap memiliki dana untuk menggerakkan pemerintahan tanpa harus bergantung pada negara lain. Selama ini kan pemerintah berhutang. Sementara, hutang itu menjadi tidak berbahaya jika hutang itu tidak akan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan suatu pemerintah. Kalau berhutang kepada negara lain dan menyebabkan segala kebijakan terpengaruh, disitu lah bahayanya. Sebagai contoh Jepang, walaupun hutangnya sangat besar, Jepang tidak merasa takut karena 85 persen dari hutangnya itu adalah hutangnya pada rakyatnya sendiri,†urai Imam.
Saat pemerintah berhutang pada negara lain, saat dilakukan pembayaran maka yang mendapatkan keuntungan adalah negara lain dan pemerintah akan terbebani. Tapi jika dengan sistem pengelolaan wakaf, maka imbal hasilnya akan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.
Laporan: Ranny Supusepa