KedaiPena.Com – Jika berbicara kondisi ekonomi Indonesia di tahun 2020, maka tak lepas dari tahun sebelumnya.
Periode 2018 hingga 2019, ekonomi Indonesia sudah melambat. semua indikator makro ekonomi, misalnya neraca perdagangan, transaksi berjalan, ‘primary balance‘ anggaran merosot bertahap.
Demikian disampaikan ekonom senior Rizal Ramli pada sebuah kesempatan di Jakarta, ditulis Kamis (7/1/2021).
“Ekonomi melambat. Ekonomi juga tidak tumbuh lebih dari 5,1 persen,” ujar eks Menko Perekonomian ini.
Begitu Covid-19 melanda Wuhan di bulan Desember 2019, Indonesia seperti biasa menganggap enteng. Masih banyak turis dari Cina banyak yang masuk.
“Padahal saat itu, semua orang mulai tutup ‘airport‘-nya dari Cina. Sebut saja Jepang dan Singapura. Tapi kita sok jago, malah kita kasih insentif untuk turis asing termasuk Cina untuk masuk Indonesia,” Rizal mengingatkan.
“Termasuk kita bayar ‘buzzer-buzzer‘ Rp720 miliar untuk menutupi permasalahan Covid-19 seolah ini tidak ada masalah,” kecewa dia.
Jadi, sampai bulan Maret, kita kehilangan tiga bulan waktu yang berharga untuk bertindak tegas untuk mencegah masuknya Covid-19. Seharusnya kita mengambil langkah-langkah mengurangi resiko secara kesehatan maupun ekonomi.
Begitu terjadinya Covid-19, permasalahan ekonomi kita semakin kompleks, semakin merosot, daya beli juga ancur, lapangan pekerjaan yang nyaris tidak ada. Tetapi yang juga penting, uang yang beredar di masyarakat itu berkurang.
“Dari Januari sampai Desember itu hanya 3 persen. Selama September-Oktober itu malah minus dan belum pernah terjadi dari 1998,” lanjutnya.
Artinya uang yang beredar di masyarakat tersedot untuk membeli surat utang negara, karena Indonesia berhutang terlalu banyak.
“Jadi boro-boro di masyarakat ada uang tambahan, yang berbedar malah dikurangi. Ini yang dijelaskan kenapa daya beli anjlok luar biasa. Sehingga hasilnya, ekonomi tahun 2020 itu anjlok,” jelas Rizal.
“Nah 2021 bagaimana? Ada kemajuan tidak? Ada kemungkinan bangkit tidak? Nah ada dua versi, versi angin surga oleh Menteri Keuangan terbalik (Sri Mulyani) bahwa tahun 2021 ini akan bakal tinggi 5,5 persen. Aduh ampun deh, sebelum Covid-19 saja belum pernah 5,5 persen, cuma 5,1 persen. Ini kok tahun 2021 Covid-19 masih banyak, sudah ngaku klaim 5,5 persen. Kalau ngibul itu jangan keterlaluan,” geram Rajawali Ngepret ini.
Yang kedua, daya beli tidak ada perbaikan yang berarti, pertumbuhan kredit negatif, inflansi saja rendah menunjukan daya beli tidak ada. Ekspor komositi juga terbatas, sementara gagal bayar pada perusahaan UMKM, perusahaan skala besar semakin lama semakin besar. Lebih dari 60 kasus gagal bayar perusahaan pembiayaan seperti Jiwasraya dan lain-lain.
“Kesimpulannya 2020 ekonomi anjlok, tahun 2021 ekonomi jeblok, ini makin sudah makin susah dari tahun 1998,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi