KedaiPena.Com- Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS Netty Prasetiyani
Aher meminta dan menagih komitmen dari Pemerintah untuk menyediakan vaksin gratis untuk rakyat.
Hal tersebut disampaikan oleh Netty saat merespon usulan pemerintah yang ingin menerapkan program vaksinasi mandiri. Usulan ini menguat, setelah sejumlah konglomerat atau pengusaha meminta kepada pemerintah.
“Pemerintah harus fokus pada tahapan vaksinasi massal yang akan diberikan kepada rakyat secara gratis dengan memprioritaskan kelompok SDM kesehatan, guru dan pendidik, tokoh agama, dan anggota TNI/Polri yang bertugas sebagai kelompok frontliners yang berisiko,” kata Netty kepada KedaiPena.Com, Sabtu, (23/1/2021).
Ketua Tim Covid-19 fraksi PKS melanjutkan, pemerintah juga harus menjamin pendistribusian vaksin ini sampai ke pelosok dan kawasan 3 T terdepan, terpencil, dan daerah perbatasan.
“Apalagi saat ini beberapa wilayah di Indonesia sedang mengalami musibah, baik banjir, longsor, erupsi gunung berapi, dan gempa. Pastikan bahwa vaksin, cold chain, dan sarana logistik pendukung vaksinasi semua aman. Yang tidak kalah penting mitigasi dan tata kelola Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI),” tutur Netty.
Netty memandang, wacana vaksinasi mandiri akan memantik isu sensitif di tengah masyarakat bahwa yang ‘berduit’ dapat memilih vaksin dan tempat vaksinasi yang bagus.
Alih-alih menyiapkan vaksin gratis untuk rakyat, lanjut Netty, pemerintah akan disibukkan dengan perusahaan yang ingin mendapatkan vaksin dengan cara berbayar.
“Belum lagi persoalan data penerima vaksin yang menuai sengkarut. Alhasil, tujuan vaksinasi untuk membentuk herd immunity ini pun terancam gagal,” sindir Netty.
Netty meminta, agar pemerintah belajar dari kesalahan dan kesemrawutan harga rapid, tes PCR, serta kelangkaan masker selama masa pandemi covid-19 ini.
“Menjadi pelajaran buat Pemerintah untuk tidak mengulang kesalahan yang sama dalam urusan vaksin. Buktikan komitmen Pemerintah menyediakan vaksin gratis untuk rakyat. Tentu saja vaksin yang aman dan terkendali,” tandas Netty.
Laporan: Muhammad Hafidh