KedaiPena.Com – Dari sisi Big Data, adalah sangat tidak mungkin dapat menetapkan data 110 juta suara netizen yang mendukung wacana penundaan pemilu dan 3 periode. Bagi para ahli IT/medsos, sangat susah untuk bisa mengumpulkan data dari Facebook dan Instagram. apalagi masyarakat umum biasanya tidak tertarik bicara soal-soal elitis misalnya tentang penundaan pemilu.
Demikian disampaikan Dr Ismal Fahmi, Founder Drone Emprit dalam diskusi “Wacana Tunda Pemilu: Manipulasi Big Data?” yang dilakukan via Twitter Space ditulis Rabu (23/2/2022).
“Di Twitter saja tidak akan dijumpai jumlah 1 juta suara netizen tentang topik-topik elitis. Pada isu RUU Sisdiknas saja yang sangat penting, netizen tidak ada yang membicarakan. Padahal isu itu sama pentingnya dengan isu perpanjangan jabatan presiden,” tegas dia.
Di bidang big data, tidak bisa hanya asal bicara ada big data 110 juta pendukung wacana penundaan pemilu dan 3 periode presiden. Semuanya harus bisa dibuktikan.
Ketika Cak Imin sebut ada 100 jutaan suara netizen, Drone Emprit telah melakukan analisis big data, namun hasilnya paling mentok pada angka 20 ribu saja di Twitter.
“Pada periode analisis pendek netizen yang berbicara hal itu juga maksimal 10 ribu saja. Itupun mayoritas menolak,” sambungnya.
Dari jejaring komunitas yang mempunyai tools big data dan lalu menganalisisnya dan share to public. misalnya Lab 45 yang dituding memasok data ke LBP, pada 2021 juga telah lakukan analisis data, hasilnya pun hanya 10 ribuan saja dimedsos yang bicara 3 periode jabatan presiden, itupun juga mayoritas menolak!
“Dari sample data (drone emprit) yang diambil sejak Jan 2021 selama 6 bulan-1 tahun juga hasilnya tetap sekitar 23 ribuan suara netizen yang berbicara penunaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden,” lanjutnya.
Pengguna Facebook pada 2021 saja berkisar 140 jutaan orang, bagaimana mungkin bisa disebut data 110 jutaan suara netizen (lebih dari 50 %) yang mendukung wacana penundaan pemilu dan 3 periode presiden. Twitter saja dari 18 juta user jika 50 % ada 9 juta, jika dibandingkan dengan 20 ribu percakapan netizen masih sangatlah jauh.
“Harus dicegah jangan sampai big data digunakan oleh pemerintah untuk hal-hal tidak benar guna menyampaikan kepada publik yang memang tidak tahu apa-apa tentang big data. Data dari analisis big data harus terbuka metodologinya, jelas sumbernya, karena big data gampang sekali duplikasi ulang,” papar dia.
“Suara netizen yang menolak wacana penundaan pemilu masih Yang terbanyak. Tetapi saat ini sedang dibangun dukungan dari lapangan di daerah-daerah dengan baliho dan spanduk-spanduk 3 periode presiden. Mereka mengharapkan isu itu akan membesar dan akan dianggap sebagai isu yang didukung oleh banyak khalayak. Satu riset di Inggris menyatakan Big Data bisa digunakan oleh kekuasaan dan bisa menjelma menjadi alternatif penindasan di era digital, berkedok pembenaran kuantifikasi,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Lutfi