KedaiPena.Com – Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah menyebut wacana penunjukkan rektor oleh Presiden sangat berlebih dan menghilangkan demokratisasi kampus.
“Padahal, di Pasal 6 huruf b UU No. 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi secara jelas disebutkan, penyelenggaraan pendidikan tinggi diselenggarakan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan,” ujarnya dalam keterangan pers kepada wartawan, Minggu (4/6).
Upaya penunjukkan tersebut dalam rangka mencari sosok yang sesuai dengan ideologi Pancasila pun berlebihan serta menunjukkan ketidakpercayaan Presiden tersebut pada sistem yang ada.
“Bila merujuk PP No. 19/2017 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Pemimpin Perguruan Tinggi Negeri telah dibentuk sistem yang baik. Mulai tahap penjaringan, penyaringan, pemilihan hingga penetapan dan pelantikan,” bebernya.
Kata Anang, instrumen rapat senat terbuka maupun rapat senat tertutup di tahap penyaringan, juga merupakan contoh proses pemilihan rektor telah cukup transparan.
“Belum lagi ada kewenangan pemerintah untuk menelusuri jejak rekam terkait calon mulai dari PPATK dan instansi lainnya,” imbuhnya. Itu sesuai Pasal 8 Ayat (2) PP No. 19/2017.
Politikus PAN ini menambahkan, selama ini suara pemerintah juga telah diakomodasi dengan persentase mencapai 35 persen dan sisanya pemilih senat, sebagaimana bunyi Pasal 9 Ayat (3) PP No. 19/2017.
“Kewenangan itu pun tidak sepi dari rumor negatif, beberapa waktu lalu, ihwal dugaan jual beli kursi rektor,” ucapnya meningkatkan.
Karenanya, Anang menyarankan, pemerintah sebaiknya fokus terhadap pemenuhan terhadap kualitas pendidikan yang beroientasi pembentukan karakter serta ketersediaan infrastuktur sekolah dasar di daerah-daerah yang belum sepenuhnya terpenuhi.
“Ide penunjukan rektor oleh presiden pada akhirnya menjadi lelucon di publik, ‘Kenapa tidak RT/RW presiden juga yang menunjuk?'” ketusnya.