KedaiPena.com – Dibalik pro dan kontra penundaan pemilu, sebenarnya yang paling terluka adalah rakyat. Kesulitan yang dihadapi masyarakat saat ini, sejatinya lebih penting untuk diselesaikan dibandingkan mempermasalahkan sesuatu yang menurut ketentuan hukum adalah suatu pelanggaran pada undang-undang.
Sekretaris Umum DPD Masyumi Kota Bekasi, Eka Suryawan, SH memaparkan ketentuan masa jabatan Presiden Ri tertuang dalam pasal 7 UUD 1945 yang menyatakan “Presiden dan Wakil presiden memegang jabatannya selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali”. Dalam perubahan ketiga tahun 2001 Pasal 7 ini ditambah tiga pasal yaitu Pasal 7A, Pasal 7B dengan tujuh ayat dan Pasal 7C.
Pasal 7A menjelaskan pada intinya adalah pemberhentian dalam masa jabatan presiden apabila telah terbukti melakukan pelanggaran hukum, seperti pengkhianatan negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat atau perbuatan yang terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden. Dalam Pasal 7B menjelaskan bagaimana mekanisme seorang Presiden harus dicabut mandatnya dan Pasal 7C menjelaskan bagaimana kuatnya posisi DPR.
“Dalam pasal-pasal di UUD 1945 tidak ada satupun pasal yang menyatakan perpanjangan presiden. Malah jelas sekali pada pasal 7A menjelaskan dengan gamblang bagaimana seorag presiden harus diberhentikan ditengah jalan masa jabatannya, apabila terbukti secara hukum dan dianggap tidak becus memimpin atau tidak memenuhi syarat sebagai presiden sesuai fakta empiris. Dari pasal ini ada dua kriteria asbab presiden bisa diberhentikan yaitu fakta hukum dan fakta empiris. Jadi jelas, wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang saat ini ramai diperbincangkan, jelas-jelas melanggar aturan perundang-undangan yang sudah disepakati oleh seluruh bangsa Indonesia,” kata Eka saat dihubungi, Selasa (8/3/2022).
Perbincangan terkait penundaan pemilu ini, menurut Eka, hanya lebih pada ego politis belaka, yang seharusnya bisa dikesampingkan demi memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Kalau kita refresh lagi, beberapa waktu lalu, ada seorang politisi mengatakan ayat-ayat konstitusi bisa diubah dan hanya ayat suci yang tidak bisa diubah. Dan kemarin ada juga seorang politisi yang menyatakan bahwa ayat konstitusi berada di atas ayat suci dengan alasan ayat konstitusi mengatur semua agama di republik ini, meskipun pernyataan terakhir ini sangat kontroversial dan sensitif. Namun dari dua pernyataan tersebut terlihat sangat naive kontraproduktif dan tidak men-cerminkan seorang negarawan. Terasa kental pernyataan politikus yang hanya mementingkan nafsu politis semata,” paparnya.
Ia menegaskan, pro-kontra dari isu perpanjangan masa jabatan presiden baik dibahas dari sisi hukum maupun sisi politik, terasa melukai fakta nurani masyarakat yang saat ini sedang dalam kesulitan.
“Yang terlihat sangat jelas adalah masyarakat mengalami kesulitan hidup. Sampai-sampai masyarakat harus antri minyak goreng dan kondisi ini seperti masa lalu yang sangat menyakitkan perjalanan bangsa ini. Bukan kah itu yang seharusnya menjadi fokus semua negarawan bangsa ini?,” kata Eka.
Pria yang berprofesi sebagai pengacara ini mengakui, hingga saat ini pun DPD Partai Masyumi Kota Bekasi masih belum optimal dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi masyarakat.
“Namun secara kontinyu DPD Partai Masyumi Kota Bekasi telah rutin berbuat membantu masyarakat kecil dengan rutin membagikan nasi gratis, kue dan makanan gratis di sejumlah wilayah Kota Bekasi,” ucapnya.
Ia menegaskan, pihaknya akan terus memperjuangkan kepentingan masyarakat dan berupaya memberdayakan masyarakat melalui berbagai inovasi yang dikelola oleh Partai Masyumi.
“Dan apabila Partai Masyumi dipercaya oleh masyarakat menjadi Partai pemenang pemilu maka sudah pasti kontribusi partai akan lebih besar lagi untuk kesejahteraan bangsa dan negara,” pungkasnya.
Laporan: Natasha