KedaiPena.Com– Pemerintah diharapkan tidak gegabah bicara pandemi menuju endemi tanpa evaluasi dan kajian komprehensif atas pengendalian kasus COVID-19. Sebab, dalam survei yang dilakukan Indikator Politik baru-baru ini, 69 persen masyarakat mengaku setuju pandemi diubah statusnya menjadi endemi.
“Lebih penting memastikan dilakukannya evaluasi dan kajian menyeluruh terkait upaya pengendalian kasus Covid-19, dari pada berbicara perubahan status pandemi menjadi endemi. Pastikan bahwa dalam rentang waktu tertentu tidak ada kemunculan kasus baru dan kasus aktif. Ini yang harus jadi target pemerintah dalam pengendalian kasus, dan bukan mewajarkan penyakit ini dengan status endemi,” kata Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher, Jumat,(20/5/2022).
Menurut Netty sapaanya, endemi tidak bisa dimaknai sebagai situasi yang sudah terbebas dari virus COVID-19. Netty mengaku khawatir, wacana endemi direspons secara keliru oleh masyarakat Indonesia.
“Wacana endemi diikuti dengan beberapa pelonggaran seperti boleh tidak menggunakan masker di ruang terbuka, tidak ada lagi tes Covid-19 untuk pelaku perjalanan, atau kebebasan berkumpul, dikhawatirkan membuat masyarakat memiliki kesimpulan yang keliru, yaitu bahwa kita sudah bebas Covid-19,” ujar Netty.
Lompatan kesimpulan tersebut, kata Netty, dapat membuat masyarakat meninggalkan kembali kebiasaan-kebiasaan baik yang selama ini sudah tertanam baik memakai masker, mencuci tangan dan tidak berkerumun.
“Kebiasaan baik itu jangan sampai hilang setelah betapa sulitnya dulu kita menerapkannya di masyarakat,” kata dia.
Selain itu, Netty juga mengingatkan pemerintah agar wacana endemi harus diikuti dengan rencana tindak lanjut yang jelas, termasuk dampaknya terhadap pembebanan keuangan negara
“Perlu diperhitungkan dampaknya terhadap beban negara di masa depan. Penyakit-penyakit seperti malaria, TB bahkan HIV yang sudah dianggap endemi, ternyata tetap membebani negara, baik dari sisi ekonomi mapun sosial. Nah, bagaimana dengan Covid-19? Apakah nanti biaya pengobatan Covid-19 ini akan ditanggung negara atau masyarakat harus membayar sendiri?” ujarnya.
Netty juga meminta pemerintah agar menjelaskan dampak penetapan status endemi terhadap program insentif nakes, program lanjutan vaksinasi dan lainnya.
“Wacana endemi tanpa penjelasan dampak ikutannya hanya akan menimbulkan euforia masyarakat. Sementara publik perlu tahu bagaimana kelanjutan proses vaksinasi, kelanjutan insentif nakes, dan lainnya,” imbuh Netty.
Wakil Ketua FPKS DPR RI ini, pemerintah harus melakukan edukasi ke masyarakat. Netty berharap, agar wacana dan pernyataan soal endemi ini tidak menjebak dan menyesatkan masyarakat.
“Jangan sampai pernyataan soal endemi ini justru menjebak masyarakat hingga menganggap endemi tidak bahaya. Bukankah tidak ada jaminan jika endemi tidak kembali menjadi pandemi.
Masyarakat harus selalu diingatkan untuk menerapkan protokol kesehatan serta menjalani hidup bersih. Bukankah perilaku hidup sehat dan bersih akan membuat masyarakat lebih imun terhadap berbagai penyakit,” katanya.
Netty meminta pemerintah agar terus memantau angka positivity rate, kasus aktif COVID-19. Hal ini, kata dia, termasuk soal capaian vaksinasi 70 persen dan data BOR di rumah sakit pada masa transisi ini.
“Justru saat ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk memperbaiki sistem kesehatan kita secara menyeluruh untuk memastikan apakah kita dapat terbebas dari Covid-19 atau justru kembali mengalami kenaikan kasus,” tandas politisi perempuan Jawa Barat ini.
Laporan: Muhammad Lutfi