Artikel ini ditulis oleh Faizal Assegaf, Kritikus Independen.
Sudah banyak pelanggaran serius dan kecurangan bernegara dilakoni Presiden Jokowi. Tapi, rakyat yang memberi upah buat politisi di DPR dan MPR, seolah jadi sarang tikus. Pembohong dan pencuri saling melengkapi.
Praktek kekuasaan dalam sistem presidensial telah dibajak oleh kejahatan dinasti politik Jokowi. Peran DPR/MPR sebagai pengawas eksekutif lumpuh total. Walhasil, laju kejahatan bernegara makin mencemaskan.
Terkesan Presiden diposisikan sebagai tuan besar, bertindak bebas dan menabrak semua etika dan konstitusi. Sementara para wakil rakyat di parlemen tersirat kumpulan para budak. Kenyataan itu membuat rakyat gusar.
Maraknya kejahatan korupsi, pencurian sumber daya alam, pesta bagi-bagi proyek, dll, menjadi ruang kolusi. Partai-partai terjebak berebut jatah dan membongkok pada dinasti politik. Kehilangan martabat dan akal sehat.
Demokrasi dirusak oleh wabah kebinatangan politik. Hadir dalam rupa modus kebejatan atas nama kekuasaan untuk menipu dan menindas rakyat. Tak ada satupun lembaga negara hadir dan berpihak pada nurani rakyat.
Dinasti politik yang dipamerkan Jokowi dan keluargnya menjadi sentrum kekuasaan otoriter. Nyaris semua elemen bangsa tak bernyali untuk bersatu dan melawan. Semua patuh dan takluk pada syahwat dinasti bertopeng demokrasi.
Bahkan tragisnya, para pejabat publik di lingkar kekuasaan seolah hidup dalam kandang dan digembala. Demi kepentingan isi perut, berubah jadi kambing, kucing, bebek bahkan sebgian bangga berperilaku bagai tikus selokan.
Wajar bila rakyat menyimpulkan negara tak ubahnya hutan rimba. Mereka yang berkuasa, pemodal besar dan jago menipu menjadi monster yang super rakus dan jahat. Tatanan negara dan demokrasi terancam bangkrut.
Bobroknya perilaku bernegara tersebut bersumber dari dinasti politik berwatak korup dan jago berbohong. Daya rusaknya makin mengancam kehidupan rakyat banyak. Tapi lucunya DPR masih memilih bungkam dan cuek.
Jokowi, berhentilah menipu rakyat!
[***]