KedaiPena.com – Target pemerintah dalam mencapai Visi Indonesia 2045 akan sulit terwujud tanpa adanya keterlibatan semua pihak dalam membentuk pondasi kuat dalam perlindungan lingkungan dan iklim.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Laksmi Dhewanthi menjelaskan yang dimaksud dengan Visi Indonesia 2045 adalah terwujudnya Indonesia maju, berdaulat, mandiri, dan berkepribadian, berlandaskan gotong royong diterjemahkan, salah satunya melalui misi Mencapai Lingkungan Hidup yang Berkelanjutan.
“Untuk mencapai visi Indonesia emas 2045, diperlukan pondasi yang kuat dalam perlindungan lingkungan dan iklim,” kata Laksmi dalam acara Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Pontianak, Sabtu (9/4/2022).
Dan hal tersebut, lanjutnya, membutuhkan partisipasi semua pihak, lintas generasi, lintas disiplin maupun lintas sektor, untuk secara kolektif ikut memikirkan inovasi dan solusi di seluruh bidang kehidupan.
Laksmi menyatakan Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat dalam Perubahan Iklim melalui dokumen Updated Nationally Determined Contribution, Long Term Strategy Low Carbon Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), Peta Jalan NDC, dan terakhir kebijakan FOLU Net Sink 2030 yang merupakan panduan bekerja, agenda perubahan iklim sektor kehutanan dan lahan di Indonesia untuk mengakselerasi penurunan Gas Rumah Kaca.
“Upaya pengendalian perubahan iklim merupakan salah satu bentuk kesalehan ekologis, yaitu kesadaran dan kearifan serta kepedulian tentang pentingnya lingkungan hidup dan dikristalisasikan dalam tindakan pelestarian lingkungan hidup,” paparnya.
Terkait konteks kesalehan ekologis, ada dua program yang disoroti Laksmi. Pertama, Program Kampung Iklim (Proklim), yaitu sebuah program nasional yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam rangka meningkatkan keterlibatan masyarakat dan pemangku kepentingan lain untuk melakukan penguatan kapasitas adaptasi terhadap dampak perubahan iklim dan penurunan emisi Gas Rumah Kaca.
Kedua, program Masyarakat Peduli Api, yaitu masyarakat yang secara sukarela peduli terhadap pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang telah dilatih atau diberi pembekalan serta dapat diberdayakan untuk membantu kegiatan pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
“Kedua program tersebut merupakan bentuk kesalehan ekologis karena merupakan berbasis tapak dan melibatkan para pihak dalam implementasinya untuk melindungi lingkungan dari kerusakan akibat kebakaran hutan dan lahan serta perubahan iklim,” pungkasnya.
Laporan: Natasha