HARI Jumat tanggal 1 Desember 2017, mungkin hari yang sulit dilupakan oleh sepupu saya yang biasa dipanggil Rico. Seorang profesional muda yang ganteng dan humoris – dia salah satu dari ratusan penumpang dengan tujuan domestik dan luar negeri yang mengalami keterlambatan luar biasa.
Sejak pagi Rico menulis pesan di whatsapp: “sebanyak 300 penerbangan delay, dengan jumlah delay sebanyak itu pihak manajemen maskapai penerbangan pasti sudah mengetahui minimal satu hari sebelumnya. Tapi aneh kok tidak ada pemberitahuan sama sekali kepada para penumpang baik via sms/email bahwa akan terjadi delay tersebut.â€
Sepertinya informasi sensitif ini sengaja tidak disampaikan kepada penumpang karena pihak maskapai penerbangan takut banyak penumpang yang akan minta pembatalan (cancel) dan pengembalian uang (refund) kalau tahu delay-nya begitu lama.
“Ada sesuatu yang tidak beres dengan cara kerja maskapai penerbangan hari Jumat kemarin. Terasa banget kalau kita sendiri yang sedang mengalaminya. Semua petugas gate sepertinya sudah siap menerima komplain, mereka kompak pasang wajah senyum kecut dan jawaban yang mereka berikan tidak jelas.†Balas Rico menjawab pesan saya.
Dengan kesal kemudian Rico menirukan jawaban petugas di gate: “Pesawatnya sudah ada kok, sedang menunggu slot terbang atau 15 menit lagi berangkat begitu terus jawaban petugas gate sejak jam 7.15 pagi sampai lewat jam 12 siang.â€
Dengan penuh empati Rico melanjutkan ceritanya: “ada penumpang lain seorang Ibu berusia sekitar 45-50 tahun yang marah besar karena beliau sudah menunggu hampir 5 jam tanpa kejelasan dan akibatnya beliau terlambat serta gagal berobat ke seorang dokter spesialis di Singapura. Padahal waktu praktek dokter spesialis tersebut hanya tersedia di hari Jumat, dan Ibu tadi sudah membeli tiket feri pulang pergi untuk menyeberang dari Batam ke Singapura.â€
Rico bersama dengan 3 orang rekannya harus menunggu selama 5 jam. “Saya dan teman-teman sempat mau cari makan gak berani karena takut dipanggil, mau Shalat Jumat batal karena takut dipanggil, bahkan mau ke toilet aja sampai cemas-cemas mules…†Lanjut Rico sambil becanda.
Di saat bersamaan, saya juga membaca keluhan serupa yang dialami seorang sahabat yang bernama Kusuma di group Telegram. Menurut Kusuma setelah terlambat hampir 4 jam pihak customer service maspakai penerbangan menawarkan pengalihan ke Surabaya ketika para penumpang sudah tiba di Surabaya pihak customer service disana bingung karena tidak ada pemberitahuan dari Jakarta. Kusuma semakin marah, karena setelah menunggu lebih dari 3 jam di Surabaya ternyata karena semua tas penumpang dari Jakarta tidak terkirim ke Surabaya!!!
“Ini adalah kelalaian maskapai yang sempurna – pertama penerbangan dibatalkan karena tidak tersedia pesawat. Kedua penerbangan diarahkan lewat Surabaya ternyata tidak ada koordinasi dan konfirmasi dari petugas di Jakarta dengan petugas di Surabaya. Ketiga tidak ada empati kepada para penumpang yang sudah terlantar dan terakhir semua tas bagasi penumpang tidak terangkut ke Surabaya†Tulis Kusuma menjawab pertanyaan banyak rekan yang lain.
Dengan penasaran saya bertanya: “Bro Rico, jadi apa isu yang mendasar disini? Apakah penumpang tidak mengerti kalau cuaca sedang ekstrim?â€
Rico menjawab dengan sangat cerdas: “Mayoritas penumpang adalah orang-orang yang mengerti tentang keselamatan, cuaca ekstrim atau kendala teknis lainnya. Profil penumpang pesawat terbang sangat sensitif terhadap waktu, berbeda dengan profil penumpang moda transportasi yang lain.â€
Kalau kita mau jujur sejak dulu mental dan kualitas pelayanan maskapai penerbangan di tanah air sebenarnya masih jauh dari bagus. Mereka ini beruntung karena profil mayoritas penumpang yang hanya ‘nrimo, pasrah dan tidak mau komplain. Kondisi ini ditambah dengan tidak adanya lawan atau kompetitor yang bagus di industri penerbangan domestik.
Pesan whatsapp Rico kemudian masuk lagi: “Jadi isu yang mendasar disini adalah tentang pelayanan yaitu bagaimana memahami pelanggan dengan baik. Minimal 3 elemen kunci yang hilang di lapangan yaitu tidak adanya empati dan komunikasi yang baik, tidak ada tanggung jawab dan terakhir tindakan nyata dari maskapai penerbangan.â€
Rico lalu menutup diskusi pagi ini dengan pesan: “Seharusnya Bro dkk aja yang kasih pembekalan dan pelatihan ke petugas maskapai penerbangan. Ngeri kalau kejadian serupa terjadi saat pelaksanaan Asean Games dan Annual Meeting IMF tahun depan! Segera jualan program pelatihan ke mereka, jangan sampai terlambat ya Bro“.
Oleh Ivan Taufiza, Penulis Buku Membangun SDM Indonesia Emas dan pengasuh kolom Vere Humanum