ADA sesuatu yang menarik bagi saya tentang karakteristik serigala. Ternyata serigala adalah hewan yang unik, mereka kawin untuk hidup, bermain bersama setiap hari, saling menjaga dan merawat sesama serigala yang sakit.
Keunikan serigala di atas telah mengingatkan saya kepada beberapa orang yang ternyata memiliki kualitas yang serupa.
Suatu hari seorang saudara saya yang bernama Arifin membawa sebuah ember yang penuh terisi air dingin, dia membawa ke lantai atas rumahnya.
Secara diam-diam Arifin menumpahkan seluruh air dingin tadi ke atas kepala dan tubuh istrinya yang sedang asyik membaca buku di teras belakang.
Adegan selanjutnya seperti di film komedi yaitu sang istri yang bernama Sri langsung beraksi ingin membalas dendam penuh kesumat. Dia tahu betul kalau Arifin memiliki phobia terhadap kecoak, maka dengan ganas Sri membawa kecoak sambil terus mengejar suaminya yang lari berteriak-teriak di sekitar rumah. Pertandingan hari itu berakhir dengan tawa dan kenangan lucu.
Pasangan ini mencerminkan beberapa kualitas serigala selama bertahun-tahun yaitu sering bersama, bermain permainan unik mereka sendiri, menggoda, dan saling menjaga ketika sakit dan dimasa sulit. Mereka berdua adalah pribadi yang kuat dan berkomitmen seperti serigala.
Lalu adakah sesuatu yang bisa dipelajari dari perilaku serigala dan pasangan ini?
Jangan berhenti bermain dan saling menjaga. Banyak orang yang kehilangan waktu dan seni bermain saat kita memasuki masa dewasa.
Kita sepertinya lupa bahwa sebagian dari sisi kemanusiaan kita harus tetap meluangkan waktu untuk tetap bermain dan memperkuat kembali kualitas terbaik diri sendiri.
Kualitas ini juga berarti bahwa kita harus saling menjaga keluarga kita sendiri melewati semua ketegangan, perselisihan atau bahkan kekacauan yang telah terjadi sepanjang hidup kita.
Apakah sekarang waktunya untuk menjadi seperti serigala? Ooohh… Nanti dulu! Karena serigala juga memiliki sisi gelap yang tidak kalah menarik.
Sindrom serigala tunggal. Ini adalah sebuah karakter serigala yang lebih suka sendirian, memilih berpisah dan tidak mau berada dalam kelompok.
Harus diakui kita juga sering melihat sindrom dan perilaku orang yang senang bermain sendirian, karyawan yang diam-diam sering mengerjakan pekerjaan semaunya sendiri, atau teman yang memisahkan diri karena merasa lebih tinggi dari yang lain.
Hasil studi menunjukkan bahwa 85 persen orang dengan sindrom serigala tunggal tidak bahagia dengan dirinya, curiga dan menilai negatif terhadap pekerjaan atau lingkungannya, tidak tahu menempatkan diri, tidak bersyukur dan sering memandang rendah bahkan kepada orang-orang yang telah menolong dirinya.
Mendadak saya teringat salah satu pesan yang disampaikan oleh Almarhum Ayah: “Mahluk yang mulia pasti menjaga keluarganya dan mereka ini tidak akan menggigit tangan yang pernah memberinya makan”.
Oleh Ivan Taufiza, Penulis Buku Membangun SDM Indonesia Emas dan pengasuh kolom Vere Humanum