SAYA memakai kacamata setelah tiga tahun bekerja di sebuah bank swasta nasional. Jika memori saya bekerja dengan benar, maka kejadian itu terjadi sekitar 20 tahun yang lalu, dan dua puluh tahun adalah waktu yang panjang.
Saya sering memeriksa mata ke seorang dokter spesialis di Jakarta Selatan. Walaupun cukup malas datang ke sana karena dokter ini memiliki banyak pasien sehingga kita harus antri cukup lama dan membosankan.
Mereka suka memberi obat tetes mata yang membuat penglihatan saya tambah kabur, apalagi saat harus tes membaca huruf besar, sedang dan kecil yang sudah saya hapal di luar kepala.
Setelah pemeriksaan mata, saya selalu mendapat sepasang kacamata baru. Karena beberapa alasan, saya selalu mendapatkan kacamata yang berwarna hitam muda, hitam atau hitam tua dan tidak pernah membeli yang berwarna biru seperti punya Johnny Depp.
Itu tadi adalah tentang warna rangka kacamatanya. Berbeda kalau kita bicara tentang bentuk atau gaya rangkanya, cukup banyak yang berubah hampir setiap dua tahun. Ada kacamata yang frame less, bulat, kotak, oval, persegi bahkan berbentuk lonjong tergantung kondisi kantong.
Saya hampir bosan memakai kacamata, pada saat yang bersamaan telah dijual yang namanya sangat keren yaitu “lensa kontak”. Saya berpikir sudah saatnya memakai lensa kontak dan kacamata ini akan masuk krematorium untuk diubah menjadi abu.
Saat memilih lensa kontak, saya mencoba begitu banyak jenis. Akhirnya terpilih lensa kontak dengan warna natural. Tidak sabar ingin segera pulang ke rumah untuk mencoba lensa kontak baru dan membuang kacamata yang membosankan ini.
Tidak terhitung berapa kali saya mencoba pasang, copot, kemudian lakukan penyesuaian, akhirnya mata saya merah seperti mata srigala dan semakin tidak nyaman!
Saya mampu bertahan memakai lensa kontak selama 40 jam saja. Sampai akhirnya menyerah dan kembali memakai kacamata. Sudah nyaman memakai kacamata selama puluhan tahun, lalu mengapa ingin pindah ke lensa kontak?
Ketika teknologi bedah laser mata datang ke Indonesia, saya juga sangat penasaran untuk mencoba hal itu. Tapi dokter mengatakan laser bukan pilihan yang tepat untuk saya. Sepertinya saya ditakdirkan untuk selamanya menjadi pria yang memakai kacamata.
Memangnya kenapa sih dengan pria yang memakai kacamata? Mungkin banyak orang lupa, coba perhatikan semua presiden kita apakah ada yang memakai kacamata? Apakah para Presiden tersebut ada yang memakai kacamata saat berada di forum internasional atau nasional? Jawabannya sama sejak dahulu yaitu tidak ada.
Tapi bagaimana dengan para wakil presiden? Aaahhh, berbeda dengan para presiden, fakta membuktikan bahwa sebagian besar Wakil Presiden ternyata memakai kacamata.
Melihat fakta ini, membuat saya semangat lagi. Karena pria yang memakai kacamata itu ternyata memiliki kesempatan dan peluang yang sangat besar untuk menjadi seorang wakil presiden.
Oleh Ivan Taufiza, Pengasuh Kanal Vere Humanum