SAYA sebenarnya sudah beberapa kali mampir ke Starbucks, walaupun cuma pesan teh panas atau air mineral karena saya kesana hanya untuk bertemu dengan klien saja. Yang membuat saya penasaran adalah mengapa orang sangat tergila-gila dengan Starbucks. Saya tahu, kalau mereka menyediakan kursi, sofa serta ruangan yang nyaman untuk para tamu dan bisa dipakai nongkrong bahkan sambil kerja dengan free wifi. Tapi, yang membuat saya kagum adalah panjangnya antrian mobil di jalur drive-thru. Apakah memang begitu nikmatnya rasa kopi yang mereka buat, atau orang-orang ini terlalu malas untuk menyeduh kopi sendiri?
Berbeda dengan istri saya, beliau ini sejak remaja memang termasuk kalangan elit sekaligus penikmat kopi sejati. Kalau saya disuruh membaca jenis kopi apa yang tertera di menu, terus terang sudah agak terintimidasi. Karena mayoritas istilah dan tulisannya memakai bahasa Italia. Pertanyaannya sederhana – bagaimana saya bisa tahu kopi mana yang nikmat padahal arti tulisannya saja tidak mengerti?
Bosan dengan situasi diatas, akhirnya saya memutuskan untuk bertanya kepada ahlinya supaya saya tidak terlalu idiot tentang urusan kopi. Lalu saya mulai belajar tentang espresso yang artinya cepat atau instan. Secangkir espresso memiliki aroma yang begitu kuat dan harum sekali. Kopi ini sangat pekat, dibuat dengan cara menyemprotkan air yang sangat panas dengan tekanan tinggi sehingga menghasilkan cita rasa yang khas. Saya langsung teringat dengan pressure cooker milik Ibu saya jaman dulu, yang bisa memasak ayam utuh dalam 20 menit saja.
Ternyata espresso ini adalah pondasi atau dasar bagi banyak produk kopi lainnya. Salah satunya adalah latte yaitu kopi yang sudah mendunia, dimana komposisinya terbuat dari kopi espresso yang dicampur dengan susu yang dipanaskan. Jadi dasarnya ini adalah kopi dan susu, saya tidak tahu mengapa disebut dengan latte.
Ada lagi yang namanya americano, ini sebenarnya adalah kopi espresso yang ditambahkan dengan air panas secukupnya. Konon saat perang dunia kedua dimana para tentara amerika yang membebaskan Italia saat itu seleranya kurang cocok dengan kopi espresso yang disajikan dalam gelas kecil dengan rasa kopi yang kuat.
Kemudian ada lagi bahasa Italia yaitu cappuccino. Saya tidak tahu apa artinya, pokoknya kopi ini juga merupakan bagian dari espresso, yang terbuat dari 1/3 bagian kopi espresso, 1/3 bagian susu panas dan 1/3 bagian busa susu dan sebagai pemanis biasanya di taburi coklat bubuk atau kayu manis.
Setelah belajar tentang kopi langsung dari ahlinya, saya merasa sudah cukup mengerti tentang kopi – sekarang saatnya saya pamer dan datang lagi ke Starbucks. Malam itu saya langsung mendekati kasir, sekilas saya melihat menu yang tertera di seluruh dinding. Dengan kepercayaan diri yang luar biasa saya bicara kepada barista. Oohh iya barista juga berasal dari bahasa Italia yang diberikan kepada para pembuat kopi.
Malam Bapak, mau pesan apa? tanya si barista.
Ehh… Eengg… Glekk… Ini Mas, minuman yang paling banyak dipesan apa ya? Mendadak saya tergagap dan tiba-tiba lupa dengan semua pengetahuan yang telah saya pelajari.
Bapak suka kopi atau non kopi? Lebih suka yang panas atau dingin? Jawab baristanya dengan ramah.
Kalau Frappuccino itu apa Mas? Tanya saya sambil melotot ke tulisan di dinding.
Itu kopi dingin Pak…
Kopi dingin? Kayaknya malam begini males banget minum kopi dingin, maka saya putuskan untuk tidak memesan jenis tersebut. Sambil mencoba untuk mengingat kembali istilah mengenai ukuran gelas kopi disana yaitu tall artinya kecil, grande artinya ukuran sedang dan venti berarti besar.
Seorang pembeli lain yang berada di kasir sebelah saya, dengan sombong langsung memesan dalam bahasa asing – gayanya seolah-olah dialah yang menyusun kamus besar bahasa Starbucks. Terus terang saya sama sekali tidak mengerti apa yang tadi dia pesan kepada si barista.
Karena sudah terlalu lama berpikir dan agak malu juga – akhirnya saya memesan segelas cappuccino ukuran venti. Ternyata itu adalah pilihan yang ngawur!! Pada dasarnya saya suka kopi yang agak manis. Maka cappuccino tadi, saya aduk dengan sirup dan gula.
Gila!! Ternyata kafein kopi ini rasanya juga kuat sekali. Maksudnya kuat bikin mata saya melotot selama dua hari. Dalam hati saya bilang: lain kali mau pesan kopi latte saja.
Apa? Lain kali? Barusan aja saya perlu waktu lama sekali cuma untuk pesan segelas cappuccino yang akhirnya gagal total. Kalau nanti salah pesan lagi bagaimana?
Sekarang saya baru mengerti, mengapa antrian mobil di jalur drive-thru Starbucks begitu panjang.
Oleh Ivan Taufiza, Pengasuh Kanal Vere Humanum