HIDUP bukan demi diri sendiri, melainkan orang banyak. Begitu motto Vence Marthin Rumangkang. Sejak dilahirkan, pengusaha asal Manado ini telah berjuang untuk diri sendiri, untuk keluarga, juga untuk bangsa dan negara. Motto itu memang selalu diimplementasikan pendiri dan deklarator Partai Demokrat ini dalam kehidupan.
Kesederhanaan memang selalu tertanam di dalam jiwa lelaki yang lahir dari keluarga petani cengkeh ini. Vence berasal dari daerah terpencil, Kampung Leilem, Kecamatan Sonder, Sulawesi Utara. Daerah ini terkenal sebagai sentra cengkeh di Provinsi Sulawesi Utara. Semangat untuk selalu bekerja keras sudah tertanam dalam jiwanya sedari kecil.
Vence haus akan ilmu, serta selalu taat kepada orang tuanya. Saat duduk di bangku SD, ia terbiasa berjalan kaki sejauh tiga kilometer menuju sekolah. Jalan yang ia lalui berbatu-batu dan menanjak. Peluh senantiasa menemaninya dalam menimba ilmu. Pekerjaan rutin membereskan rumah ia lakukan setiap pulang sekolah. Vence sadar, hasil terbaik hanya diperoleh dengan bekerja keras.
Darah politikus mengalir di dalam tubuhhya. Meski berasal dari kalangan Marhaen, membuat keluarga Vence turut aktif dalam partai politik. Keluarga dari pihak ibunya, dulu, termasuk pendukung Bung Karno, dengan menjadi simpatisan Partai Nasionalis Indonesia (PNI).
Hal itu pula yang membantu Vence mengenal beberapa tokoh PNI di Jakarta, saat ia memutuskan pindah ke ibukota untuk melanjutkan pendidikan ke bangku SMA. Pada 1966 itu, Vence tinggal di rumah Sartono – salah satu pendiri PNI, orang dekat Soekarno – di Jalan Imam Bonjol.
Vence banyak menyimak pemikiran Sartono yang nasionalis. Itulah awal pemahaman Vence tentang dunia politik. Sungguh sayang, proses pendalaman politik di rumah Sartono itu harus terhenti akibat benturan ideologi antara Sartono dan Soekarno. Ketika Sartono mengundurkan diri dari Ketua DPRGR, Vence pun pindah. Ia menumpang di rumah Suharko, temannya yang seorang pegawai Bea Cukai, di Jalan Madiun, Jakarta Pusat.
Sadar harus menghidupi kebutuhan secara mandiri, Vence mulai meretas usaha ekspedisi. Pada 1972, Vence kemudian membeli dua kapal. Setelah perusahaan ekspedisinya membesar, Vence kemudian melakukan ekspansi ke beberapa bidang usaha, yang juga menuai sukses. Sebagai pengusaha ternama, hatinya terketuk tatkala pasca krisis moneter 1998, banyak rakyat Indonesia menderita kemiskinan berkepanjangan.
Kondisi itu, menurut Vence, akibat para elite politik yang salah mengelola negeri yang kaya akan sumber daya alam ini. Rasa miris menuntun Vence terjun ke dunia politik praktis. Hati pengagum Bung Karno ini tertambat pada sosok Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang ia anggap nasionalis pemersatu bangsa layaknya Bung Karno.
Vence Rumangkang pun berjuang keras menghantarkan SBY menjadi presiden, setelah lebih dulu mendirikan Partai Demokrat sebagai kendaraannya. Sukses mengantar SBY menjadi RI-1, tak membuat Vence Rumangkang haus kekuasaan seperti orang kebanyakan.
“Saya mungkin dilahirkan untuk tidak duduk dalam jabatan formal. Tapi saya selalu membantu sebisa mungkin memperbaiki republik ini. Sebab, pengabdian itu tak hanya dalam jabatan formal. Dalam ruang lingkup keseharian juga bisa melakukan pengabdian,†katanya.
(Oskar/Prw)