Ditulis oleh: Pemerhati Politik dan Kebangsaan M Rizal Fadillah
VAKSIN Covid 19 “Sinovac” produk Beijing China telah tiba pada 6 Desember 2020 sejumlah 1,2 juta dosis. Masih ditunggu 1,8 juta dosis di bulan Januari 2021. Agenda berikut adalah penyuntikan warga masyarakat.
Tahap ini menjadi persoalan besar akibat tidak mudah menentukan komunitas mana yang siap untuk awal disuntik. Masih tinggi tingkat kekhawatiran atas risiko penyuntikan vaksin Cina itu.
IDI saja kisruh pro kontra tenaga kesehatan untuk menjadi pihak yang awal disuntik. Presiden dan Menteri belum jelas kesiapan untuk menjadi relawan perdana.
Nah, pada tingkat elit saja bersikap ragu apalagi masyarakat kebanyakan. Jika vaksin ini ternyata berbahaya maka tentu banyak warga khususnya elemen strategis dapat terdampak.
Beberapa fihak, termasuk anggota DPR, menyatakan lebih percaya pada vaksin produk Amerika Pfizer-BioNTech. Baru-baru ini Singapura mempertontonkan penyuntikan vaksin produk Pfizer pertama kepada Perdana Mentri Lee Hsien Loong.
Meskipun pengaruh China besar terhadap negara Singapura akan tetapi mereka lebih percaya pada vaksin Pfizer Amerika. Malaysia juga memesan vaksin Pfizer-BioNTech Amerika.
Ketakutan akan vaksin China Sinovac ini cukup beralasan, mungkin beberapa hal
Pertama, telah menjadi citra produk China selalu berkualitas rendah “KW 3” biasa harga lebih murah. Sering dimaknai “aspal”. imej ini tertanam di masyarakat.
Kedua, kemanjuran belum teruji. Negara pemakai Sinovac China masih tahap uji klinis. BPOM Brazil meragukan dan mempertanyakan kualitas Sinovac dengan menunda impor.
Ketiga, di negara asal virus yaitu China belum ada kampanye kesuksesan penggunaan vaksin Sinovac. Bahkan adanya model mutasi baru virus corona dinilai mengkhawatirkan dan dapat memperpanjang penelitian untuk vaksin yang lebih baru.
Keempat, ternyata negara China sendiri justru akan membeli vaksin dari perusahaan Jerman BioNTech yang bekerjasama dengan perusahaan Amerika Pfizer Inc. Sebanyak 100 Juta dosis dipesan.
Kelima, imunogenik Sinovac tidak terlalu kuat sehingga perlu lebih dari satu kali suntikan. Uji tahap 3 di Indonesia sendiri belum tuntas, sehingga masih menunggu kemanjuran dan keamanannya.
Di tengah penanganan pandemi yang inkonsisten atau “angin-anginan” antara ketat dan longgar yang digantungkan pada kepentingan politik, lalu diskriminasi dalam penindakan, serta masih adanya masyarakat yang berkeyakinan Covid 19 hanya “konspirasi global”, maka soal vaksin pun menjadi stigmatik dan skeptik.
Nah persoalannya jika masyarakat atau rakyat menjadi lebih takut vaksin daripada virus Coronanya sendiri maka akan menjadi masalah besar bagi negara. Bisakah dengan pemaksaan melalui denda besar ? Tidak semudah itu, karena untuk pengaturan sanksi itu harus diatur dalam ketentuan setingkat Undang-Undang.
Berapa pula nilai pemborosan keuangan negara jika vaksin Sinovac yang berjumlah jutaan dosis yang sudah dipesan dari negara China ternyata tidak dapat digunakan sesuai target ? Ini akibat dari kebijakan baik pilihan vaksin maupun persiapan yang tidak matang atau mungkin nuansa bisnis lebih dominan daripada kemanusiaan. Pemerintah harus bertanggungjawab.
Saatnya Presiden dan petinggi negara menjadi kluster pertama untuk penyuntikan vaksin Sinovac. Jika selamat, maka dipastikan rakyat akan berbondong-bondong untuk siap divaksin.
Ing ngarso sung tulodho–di depan memberi tauladan !