KedaiPena.Com- Pemerintah mempertimbangkan vaksin mandiri atau gotong royong sebagai saran dari pengusaha, untuk meringankan pembiayaan dan mempercepat tercapainya imunitas kolektif atau herd immunity.
Kabarnya, ada sekitar 26 juta karyawan BUMN dan swasta yang akan mendapat prioritas vaksinasi setelah tenaga kesehatan dan tenaga pelayanan publik.
Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi IX DPR RI Fraksi PKS, Netty Prasetiyani Aher mempertanyakan motif di balik usulan pelibatan swasta dalam pelaksanaan vaksinasi mandiri.
“Isu vaksin mandiri oleh BUMN pernah mencuat di awal program vaksinasi, namun ditepis oleh pemerintah dengan menyampaikan secara terbuka bahwa vaksinasi gratis untuk seluruh rakyat Indonesia. Jika sekarang muncul lagi isu melibatkan sektor swasta untuk mengadakan dan melaksanakan vaksinasi secara mandiri atau gotong royong, saya perlu mempertanyakan apa motif dibalik usulan tersebut? Benarkah untuk meringankan biaya dan mempercepat kekebalan kolektif, atau ada motivasi lain? Demi asas keadilan, jangan sampai ada motif terselubung,” ujar Ketua Tim Covid-19 FPKS DPR RI ini, dalam keterangan tertulis, Minggu, (14/2/2021)
Menurut Netty, pemerintah telah menugaskan Kementerian Kesehatan untuk menyelesaikan program vaksinasi dalam masa satu tahun dengan target, sasaran dan strategi vaksinasi yang terukur.
“Fokus saja pada target, sasaran dan strategi yang dibuat agar kinerja Kemenkes dalam program vaksinasi ini terukur dengan jelas. Wacana vaksin mandiri, selain membuat pemerintah tampak plin plan dalam membuat kebijakan, juga berpotensi mencederai rasa keadilan masyarakat sebagai penerima vaksin. Jangan sampai ada kesan pemerintah meninggalkan masyarakat miskin yang tidak mampu membayar vaksin,” tandas Netty.
Apalagi, kata Netty, hingga saat ini belum ada payung hukum yang mengatur tentang vaksin mandiri, kecuali terkait proses pengadaan yang dapat dilakukan oleh badan usaha dengan menggunakan Perpres nomor 99 tahun 2020.
“Perpres ini memberi ruang pengadaan vaksin, termasuk jenis dan jumlahnya, melalui penunjukan langsung badan usaha penyedia, bahkan melalui kerjasama dengan lembaga/badan internasional dengan persetujuan Menteri Kesehatan. Jangan sampai pemerintah memainkan celah hukum tersebut untuk memberikan prioritas pada kelompok pengusaha yang memiliki dukungan finansial dan mengabaikan masyarakat lainnya. Apalagi jika di dalamnya ada motif tersembunyi berupa mengambil keuntungan di tengah kesulitan,” papar Netty.
Politisi PKS dari Dapil Jabar VIII ini ini juga mengkritisi rilis media Kadin yang menyatakan perusahaan farmasi swasta dalam negeri berpeluang menjadi importir vaksin untuk program Vaksinasi Gotong Royong dengan mendatangkan dari beberapa produsen di seluruh dunia, kecuali Sinovac.
“Skema pengadaan vaksin di Indonesia sudah jelas. Selain EUA, ada juga standar kehalalannya. Sejauh ini baru Sinovac yg dapat approval BPOM dan MUI. Jangan sampai dengan dalih mempercepat, justru merusak skema dan tata aturan vaksin,” ujar Netty.
Wakil ketua Fraksi PKS ini juga mengingatkan pentingnya satu komando dalam program vaksinasi. “Negara harus memastikan program vaksinasi berada dalam kendali satu pintu agar transparan, mudah dievaluasi dan dilakukan pengawasan. Jangan sampai kran vaksin mandiri ini menimbulkan ‘potong kompas’ pengusaha dengan beli langsung dari produsen. Akibatnya, potensi konglomerasi dan komersialisasi sangat terbuka. Jika sudah masuk skema konglomerasi, bagaimana nasib rakyat miskin untuk mendapat vaksin?” tanya Netty.
Laporan: Muhammad Hafidh