KedaiPena.Com – Terkait polemik PP No 59 Tahun 2016 tentang Ormas Asing, anggota DPR RI dari Fraksi PAN Anang Hermansyah meminta agar dilakukan proteksi dengan menggunakan ideologi bangsa, yakni Pancasila.
“Terkait dengan hal tersebut (UU Ormas Asing) harus ada langkah proteksi pemerintah kepada generasi muda khususnya dalam pemahaman kebangsaan,” kata Anang dalam siaran pers yang diterima KedaiPena.Com, Minggu (18/12).
Caranya menurut Anang, yakni dengan mengintensifkan mata pelajaran dan mata kuliah pendidikan Pancasila di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. “Sifatnya bukan komplementer tapi elementer,” tutur Anang.
Mantan suami artis Krisdayanti menjelaskan, penanaman nilai Pancasila sebagai norma dasar berbangsa dan bernegara dapat menjadi tameng terhadap ideologi impor yang masuk ke Indonesia. Dia meyakini, bila Pancasila dipahami dan dilaksanakan secara paripurna dapat menangkal efek negatif ideologi impor.
“Pintunya terletak di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Ristek Dikti untuk merumuskan soal pendidikan Pancasila masuk dalam mata pelajaran dan mata kuliah,” terang Anang.
Untuk mengkonkretkan gagasan tersebut, Musisi asal Jember ini mengatakan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Riset dan Dikti dapat bekerjasama dengan MPR untuk menyusun soal pendidikan Pancasila bagi generasi muda.
“MPR sejak tahun 2009 telah menjadi lembaga yang menyebarluaskan empat pilar salah satunya Pancasila. MPR bisa dijadikan mitra pemerintah untuk menyusun roadmap soal pendidikan Pancasila ini,” saran Anang.
Di sisi lain, Anang menyebutkan pendidikan Pancasila di bangku sekolah dan Perguruan Tinggi tentu berbeda seperti yang terjadi di era Orde Baru. “Pendidikan Pancasila saat ini harus dilakukan secara partisipatoris, emansipatoris dan aplikatif dalam kehidupan sehari-hari,” pungkas dia.
Seperti diketahui, peraturan Pemerintah (PP) No 59 Tahun 2016 tentang Ormas Asing merupakan aturan turunan dari UU No 17 Tahun 2013 tentang Ormas,Namun, aturan ini masih menimbulkan polemik di publik.
Laporan: Muhammad Hafidh