KedaiPena.com – Kehadiran UU KSDAHE, yang baru diresmikan beberapa waktu lalu, diharapkan mampu membantu penyelesaikan masalah lingkungan yang sudah berlangsung selama ini. Tapi sayangnya, faktanya menunjukkan UU KSDAHE ini tidak memberikan perubahan dalam praktik lapangannya.
Guru Besar Universitas Pattimura, Prof. Dr. Agustinus Kastanya menyampaikan dengan adanya UU KSDAHE ada beberapa poin penting yang harus menjadi perhatian bersama.
“Konservasi merupakan suatu basis pengelolaan yang sangat penting dalam menjaga sumber daya alam, baik hayati maupun diversitas yang kita miliki, untuk kepentingan masa depan,” kata Prof Agus dalam diskusi FWI secara daring, Jumat (13/9/2024).
Ia mengungkapkan seharusnya hadirnya UU KSDAHE bisa menjadi peluang untuk mengakomodir kepentingan lingkungan, seperti yang diinginkan masyarakat.
“Sehingga permasalahan-permasalahan lingkungan yang dihadapi oleh bangsa ini bisa diselesaikan,” ujarnya.
Adapun beberapa permasalahan lingkungan yang kini dihadapi oleh Indonesia adalah seperti krisis ekologi dalam kaitan kerusakan keanekaragaman hayati sudah sangat memprihatinkan, konflik tenurial yang terus menjadi sumber malapetaka, KSDAHE yang tidak responsif terhadap tantangan dunia global, KSDAHE hanya mempertimbangkan kepentingan ekonomi dan mengabaikan dampak jangka panjang bagi lingkungan, pertambangan terjadi dimana-mana termasuk di pulau kecil, dan kelemahan dalam penegakan hukum.
“Termasuk juga, hak masyarakat adal atau lokal, yang tidak dijamin dalam KSDAHE. Apalagi pertambangan yang dilakukan secara masif, juga di pulau kecil, yang secara aturan perundang-undangan 1/2014 sebenarnya dilarang. Misalnya di Maluku Utara,” ujarnya lagi.
Sehingga bisa dikatakan, perubahan yang ada di UU KSDAHE itu sebenarnya tidak menjawab permasalahan-permasalahan yang ada saat ini. Sebagai contoh apa yang terjadi di Sagea, Maluku Utara, pada tahun 2023 terjadi kerusakan lingkungan di daerah pesisir sebagai dampak dari pertambangan.
“Bukan hanya pertambangan saja, tapi seluruh pembangunan yang tidak dikelola dengan baik, mengancam keberlangsungan lingkungan hidup,” kata Prof Agus.
Ia mengingatkan bahwa pulau-pulau kecil itu memiliki karakteristik yang sangat krusial dengan daya dukung yang sangat kecil. Sebagai contoh Pulau Ambon yang memiliki DAS pendek, yang menyebabkan jika daerah terkait memiliki bukaan yang luas akan mempengaruhi kondisi alamnya.
Ditambah lagi, wilayah Maluku, Sulawesi, dan Laser Sunda merupakan wilayah Wallacea yang biodiversitasnya endemik. Sehingga jika tejadi keeusakan wilayah, akan menyebabkan kelangkaan biodiversitas.
“Ini musti menjadi perhatian kita, untuk menghindari kerusakan biodiversitas kita,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa