DALAM 48 hari, periode 1 April-18 Mei 2020, utang Pemerintah bertambah Rp635 triliun menjadi total Rp5.583,8 triliun.
Jika utang Pemerintah bulan Februari 2020 total senilai Rp4.948.8 triliun, diperkirakan jumlahnya masih akan terus bertambah karena fundamental krisis kesehatan masih belum sepenuhnya terkendali.
Kita berharap penggunaan dana pinjaman tersebut tidak dikorupsi.
Kita juga mempertanyakan penyerapan anggaran kesehatan senilai Rp70 triliun dan insentif untuk UMKM & pemulihan ekonomi senilai Rp270 triliun, apakah sepenuhnya sudah terserap dan bagaimana mekanisme pelaksanaannya? Apakah sudah efektif, tepat sasaran serta mampu menggerakkan sektoril?
Perubahan postur APBN dilakukan dua kali dalam satu bulan, menunjukkan Menteri Keuangan Sri Mulyani diragukan dalam memotret kondisi ekonomi dan menentukan indikator ekonomi dalam merumuskan kebijakan fiskal.
Kita sudah ingatkan agar memiliki data yang terintegrasi sebagai basis pengambilan keputusan supaya tidak prematur dalam menyusun postur APBN.
Ini kenyataan yang harus diterima. Pelebaran defisit tanpa batas maksimal dalam Perppu 1/20 Pada akhirnya berpotensi membahayakan kedaulatan negara karena beban utang Pemerintah sangat besar. Bahkan melampaui rasio utang standar internasional yang ditetapkan sejumlah lembaga keuangan dunia seperti IMF.
Bahwa indikator kerentanan utang pemerintah telah melampaui rekomendasi IMF dalam International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) 5411.
Rasio-rasio yang melampaui batas aman antara lain rasio debt service terhadap penerimaan, rasio bunga utang terhadap penerimaan, dan rasio utang terhadap penerimaan.
Secara lebih rinci, rasio debt service terhadap penerimaan tercatat sudah melampaui standar IMF sejak 2018. Pada 2018 rasio debt service terhadap penerimaan mencapai 39,06 persen, sedangkan IMF mematok batas aman di nominal 25 persen hingga 35 persen.
Rasio bunga utang terhadap penerimaan yang oleh IMF dibatasi pada 7 persen hingga 10 persen telah dilampaui oleh pemerintah sejak 2015 dimana rasio bunga utang terhadap penerimaan mencapai 10,35 persen.
Adapun rasio utang terhadap penerimaan yang oleh IMF dibatasi pada 90 persen hingga 150 persen sudah dilampaui oleh pemerintah sejak 2013 di mana rasio tersebut menapai 165,09 persen.
Hingga kuartal III/2019, nominal ketiga rasio tersebut terus bertumbuh dan semakin jauh dari batas aman yang menjadi best practice internasional.
Selain mengindikasikan nominal utang yang terus bertumbuh, rasio ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan penerimaan pemerintah tidak bertumbuh seiring dengan bertambahnya utang pemerintah.
Meski PDB Indonesia terus bertumbuh dari tahun ke tahun, akan tetapi hal ini tidak diiringi oleh pertumbuhan tax ratio atau rasio pajak. Namun, kondisi yang terjadi adalah tax ratio terus konsisten turun.
Tax ratio yang pada 2015 mencapai 10,76 persen pada 2019 lalu justru turun ke angka 9,76 persen, padahal RPJMN 2015-2019 menargetkan tax ratio pada tahun lalu bisa naik hingga 16 persen. Artinya ada angka PDB tertentu yang tidak kita peroleh pajaknya.
Kita mendorong perubahan struktural atas pengelolaan fiskal pemerintah, terutama pentingnya fiscal sustainability analysis (FSA) untuk segera disusun.
Oleh Ketua Koordinator Presidium KAHMI periode 2017-2023, Kamrusammad