KedaiPena.Com – Rasio utang luar negeri Indonesia saat ini sudah dalam posisi cukup bahaya. Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) mengatakan, ada beberapa alasan untuk itu.
“Pertama, rasio utang luar negeri Indonesia terhadap PDB pada 2019 sudah mencapai 35,5 persen, jadi sudah lampu kuning,” kata dia dalam forum diskusi The Magnificent Seven di Tebet, Senin (29/6/2020).
Dengan perincian, total utang luar negeri pada akhir 2019 mencapai 404,5 miliar
dolar AS atau Rp 5.622,0 triliun (kurs Rp 13.900), dan PDB Rp 15.833,9 triliun.
“Kedua, kemampuan Indonesia menghasilkan devisa sangat lemah, bahkan sudah negatif. Hal ini dapat dilihat dari neraca transaksi berjalan yang mengalami defisit sejak lama,” sambung dia.
Yang berarti, lanjutnya, devisa malah
terkuras keluar negeri. Lihat gambar di bawah. Kondisi ini membuat ketahanan utang luar negeri Indonesia sangat rentan.
“Kemampuan Indonesia membayar bunga dan utang luar negeri saat ini tergantung dari ketersediaan utang luar negeri. Ini sudah termasuk kategori ‘The Ponzi Game‘,” papar Anthony.
Permainannya bukan lagi apakah Indonesia mampu membayar, tetapi juga apakah pihak asing bersedia untuk terus memberi utang. Ketika asing berhenti, atau menunda, memberi utang baru maka kurs rupiah akan anjlok.
“Ini terjadi di tahun 2008, 2011, 2013, 2015 2018, dan 2020 (Maret). Dalam hal ini, neraca pembayaran Indonesia defisit dan cadangan devisa turun. Lihat gambar di bawah ini. Dengan kata lain, kondisi ekonomi Indonesia saat ini sangat tidak sehat dan tidak aman,” paparnya.
Anthony menandaskan, Indonesia harus menarik pinjaman, dalam bentuk investasi langsung dan investasi portfolio, untuk membiayai operasional transaksi berjalan, termasuk bunga dan dividen. Dan juga untuk membayar pokok utang.
Laporan: Muhammad Lutfi