DALAM kesaksian di Pengadilan Tipikor, mantan Menteri Ekuin Rizal Ramli, mengungkapkan fakta megakorupsi yang mencengangkan. Tidak kalah dahsyat dari skandal Bank Century. Skandal itu bernama obral murah aset pengemplang BLBI.
Dalam kesaksian dituturkan bahwa pada tahun 2007, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjual aset BDNI hanya seharga Rp. 220 milyar, padahal nilai aset tersebut adalah Rp. 4,5 triliun.
Aset BDNI adalah milik pengemplang BLBI Sjamsul Nursalim yang diserahkan kepada BPPN sebagai syarat keluarnya Surat Keterangan Lunas BLBI.
Koruptor BLBI Sjamsul Nursalim telah mengantongi surat sakti SKL. Namun Kepala BPPN yang saat itu mengeluarkan SKL yakni Syafruddin Temenggung menjadi pesakitan di Pengadilan Tipikor karena dianggap merugikan negara Rp. 4,5 triliun.
Maka demi menjunjung keadilan, pejabat yang mengobral murah aset BDNI juga harus segera dicokok oleh KPK. Karena kerugian negara itu muncul setelah aset tersebut dijual murah.
Kesaksian Rizal Ramli sudah cukup menjadi bukti awal bagi KPK untuk menindaklanjuti kasus ini. KPK harus bertindak adil. Jika dalam kasus Hambalang, hanya berbekal keterangan Nazarudin, KPK dengan sigapnya menangkap Anas Urbaningrum. Atau dalam kasus e-KTP, KPK juga sigap mencokok Setya Novanto. Maka dalam kasus BLBI ini, KPK harus segera menangkap Sri Mulyani.
Nilai kerugian dalam kasus obral murah aset BDNI, tak tanggung-tanggung yakni Rp. 4,5 triliun. Angka fantastis sebagaimana halnya kerugian Skandal Bank Century dan Skandal e-KTP.
Tidak ada alasan lagi bagi KPK untuk menghindar, kesaksian Rizal Ramli sudah cukup bagi KPK untuk segera menangkap Sri Mulyani sebagai pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya obral murah aset BDNI.
Oleh Syaroni, Ketua Presidium PRIMA (Perhimpunan Masyarakat Madani)