KedaiPena.Com – Jumlah hotspot (titik panas) dari kebakaran hutan dan lahan terus berfluktuatif. Turunnya hujan dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan telah menyebabkan hotspot berkurang dibandingkan dengan dua hari sebeluknya. Hasil pemantauan melalui satelit Aqua, Terra, SNNP pada catalog modis LAPAN pada Senin (7/8) pukul 16.00 WIB terdapat 158 hotspot kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.
Sutopo Purwo Nugroho, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB mengatakan, sebaran dari 158 hotspot adalah Papua 93, Jawa Timur 17, Sulteng 1, Kaltim 1, Kalsel 1, Kalteng 3, Jabar 3, Jateng 2, NTT 13, NTB 11, Kaltara 3, Sulsel 1, Sumbar 3, Riau 1, Bengkulu 1, Aceh 1, Sumsel 2, dan Sumut 1.
“Jumlah hotspot yang melonjak bertambah adalah di Papua yaitu dari 7 hotspot pada (6/8) meningkat menjadi 93 hotspot pada (7/8). Hotspot ini terpusat di Kabupaten Merauke (92 hotspot) dan Mamberamo Tengah (1 hotspot),” kata dia dalam keterangan kepada KedaiPena.Com, Senin (7/8).
Jika selama ini kebakaran hutan dan lahan hanya terjadi di Sumatera dan Kalimantan, khususnya di Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah, namun sejak tahun 2015 kebakaran hutan dan lahan juga secara luas terjadi di tanah Papua.
Kebakaran hutan dan lahan di Papua harus diwaspadai. Peningkatan jumlah hotspot tidak terlepas dari pembukaan perkebunan yang besar-besaran di Papua. Jenis tanah yang terbakar adalah tanah gambut dan mineral.
“Berdasarkan pantauan citra satelit, perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi perkebunan berlangsung cukup cepat dan luas di Papua. Aktivitas ini disertai dengan peningkatan kebakaran hutan dan lahan dalam pembersihan lahan,” sambungnya.
Sebagai gambaran, hasil analisis penginderaan jauh selama 1/7/2015 hingga 20/10/2015 oleh Lapan, luas hutan dan lahan yang terbakar di Papua mencapai 354.191 hektare. Kebakaran hutan dan lahan di Papua ini banyak terjadi di Kabupaten Merauke dan Mappi.
Luasnya hutan dan lahan yang terbakar saat itu sulit dipadamkan karena berada pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, terbatasnya sarana prasarana dan personil untuk memadamkan api, serta belum adanya BPBD Merauke.
“Saat ini, pantauan satelit mengindikasikan bahwa kebakaran hutan dan lahan kembali terjadi di Merauke Papua. Harus diwaspadai dan dilakukan antisipasi agar kebakaran hutan dan lahan tidak meluas,” ia melanjutkan.
Memang dampak lingkungan yang ditimbulkan tidak separah di Sumatera dan Kalimantan namun tetap perlu dilakukan upaya pencegahan agat tidak berulang dan meluas. Hutan dan keanekaragamam hayati di Papua perlu dipertahankan agar tidak mudah dikonversi menjadi penggunaan lain dan tidak terbakar.
“Musim kemarau masih akan berlangsung hingga Oktober nanti. Puncak musim kemarau diperkirakan pada September mendatang. Potensi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan akan meningkat,” tandasnya.
Laporan: Muhammad Ibnu Abbas