UPAYA pemerintah dalam menyelesaikan kasus kejahatan kemanusiaan atau pelanggaran HAM berat Tragedi Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II melalui  jalur rekonsiliasi, merupakan langkah mundur pemerintah dalam melakukan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan HAM.
Pertama, alasan sulitnya mencari bukti-bukti yang mengarah peristiwa pelanggaran HAM berat bertentangan dengan hasil penyidikan KPP HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II pada bulan Maret 2002, menyatakan bahwa ketiga tragedi tersebut bertautan satu sama lain.
KPP HAM TSS juga menyatakan, bahwa “…terdapat bukti-bukti awal yang cukup bahwa di dalam ketiga tragedi telah terjadi pelanggaran berat HAM yang antara lain berupa pembunuhan, peganiayaan, penghilangan paksa, perampasan kemerdekaan dan kebebasan fisik yang dilakukan secara terencana dan sistematis serta meluas…â€.
Atas hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM seharusnya Kejaksaan melakukan penydikan untuk melengkapi hasil penyidikan.
Kedua, penyelesaiaan pelanggaran HAM melalui jalur rekonsiliasi menutup hak korban, masyarakat Indonesia pada umumnya untuk mengetahui peristiwa yang menimpa dirinya termasuk pelaku yang harus bertanggung jawab.
Pemerintah pun sebaliknya melaksanakan program reparasi yang komprehensif termasuk pengakuaan resmi atas pelanggaran yang terjadi dan melakukan pengungkapan kebenaran, memberi ruang kepada korban untuk mengembalikan kepercayaan mereka.
Ketiga, pernyataan yang dikeluarkan oleh Menteri Kordinator Politik Hukum dan HAM dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia cacat secara politik dan cacat secara hukum.
Menko Polkam dan Komnas HAM sebagai lembaga negara seharusnya bertugas menjamin warga negara mendapatkan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan hak asasi manusia, bukan kemudian menggunakan metode pendekatan non yudisial dan rekonsiliasi untuk melanggengkan budaya impunitas.
Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), sebagai organisasi yang memiliki visi terwujudnya kewajiban negara untuk melindungi, menghormati dan memenuhi hak asasi manusia, dengan ini menuntut pemerintah mencabut rencana penyelesaiaan pelanggaran HAM Berat melalui jalur non yudisial atau rekonsiliasi dan mengedepankan proses penyelesaian yudisial.
Kami juga menuntut Kejaksaan Agung untuk mengungkapkan ke publik atas upaya-upaya yang telah dilakukan untuk mengumpulkan bukti-bukti atas kasus pelanggaran HAM Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II.
PBHI pun meminta Presiden RI untuk mengevaluasi kinerja Kejaksaan dalam melakukan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM Berat, meminta kepada DPR untuk mendorong percepatan penyelesaiaan kasus pelanggaran HAM secara yudisial.
Terakhir, PBHI meminta Komnas HAM untuk melakukan evaluasi dan klarifikasi atas pernyataan yang menyetujui penyelesaian pelanggaran HAM melalui mekanisme non yudisial atau rekonsiliasi.
Oleh Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia, Totok Yuliyanto, S.H