Artikel ini ditulis oleh Syafril Sjofyan, Pemerhati Kebijakan Publik, Aktivis Pergerakan 77-78, Sekjen FKP2B.
Orkes dengan irama keroncong mendayu haru. Irama jazz bersemangat. Irama klasik mengalun tenang dan damai. Namun di Indonesia sekarang lagi populer orkes kebohongan. Irama sumbang.
Awal tahun lalu seorang menteri investasi bernyanyi ingin memperpanjang masa jabatan presiden, backing vocal para pengusaha. Nyanyian yang ditimpal oleh Menko Perekonomian. Diresonansi oleh Ketua Umum PKB dan PAN.
Menurut pengakuan. Dirijen orkestrasi-nya adalah Luhut Binsar Panjaitan. Menko serba bisa. Membawa backing vocal dari desa (baca; kepala-kepala desa). Untung para penyanyi tidak berbakat, sehingga pitch kontrol tak beraturan.
Membuat pekak gendang telinga masyarakat pendengar. Orkesnya sumbang bertentangan dengan kaidah perundang-undangan. Jokowi sebagai presiden?. Biasa. Bersikap ringan. Orang bernyanyi mosok tak boleh. Para penyanyi (ter)selamat(kan). Dari teriakan. Turun! Turun!
Orkestrasi kebohongan juga terjadi di institusi Polri. Orkestrasi kebohongan yang membahana. Dua bulan, masih nyaring di seantero bumi Nusantara (bukan nama IKN) dan dunia. Dirihennya sadis dan sangat kuasa di institusinya, Kaisar Sambo. Sepandai-pandainya mengatur musik kebohongan.
Mayat Joshua berbicara banyak. Para penyanyi (baca beberapa petinggi Polri) tak berkutik. Presiden Jokowi. bersikap tegas. Tidak biasa. Karena bukan perpanjangan masa jabatan. Hanya membuat insitusi Polri babak belur.
Semoga para backing vocal yang bersuarasumbang menghalangi perkara dan menghilangkan barang bukti, termasuk berpelukan teletubis dan menangis. Konon hampir delapan puluhan polisi. Semua harusnya dipecat dan dipidana tidak pilih bulu dari diawal.
Pak Mahfud sang Menko bilang yang ringan maafkan saja. Waduh yang paham hukum kok gitu ya. Lakukan seperti di Militer pak. Hukum semua secara pidana. Biar pengadilan yang menentukan. Fair. Biar kapok, tidak lagi mengulang-ulang orkestrasi kebohongan.
Kejahatan Terhadap Negara
Bersamaan orkestrasi kebohongan “Kaisar Sambo”. Akhir-akhir ini, beberapa pejabat Negara sebut saja Bahlil Lahadalia Menteri Investasi bernyanyi lagi tentang subsidi BBM mencapai Rp502 triliun, siap siap harga naik katanya.
Erik Thohir sang Menteri BUMN (foto wajahnya ada dimana, di ATM dan di bandara dan pelabuhan, untung tidak ada ditoilet-toilet). Ikut bernyanyi menyiratkan kenaikan harga BBM subsidi (pertalite dan gas). Ikut berjoget di Istana sedang menghitung ulang subsidi BBM.
Lalu Sri Mulyani sang Menkeu (goyang dangdutnya di istana juga sensual) bernyanyi; tidak semua kenaikan harga bisa ditahan pemerintah karena nilai subsidi BBM di dalam APBN 2022 sudah sangat besar, mencapai Rp502 triliun.
Konon Presiden Jokowi juga di Istana di hadapan para petinggi Lembaga Tinggi Negara, dengan nada bangga ikut menyanyikan pula subsidi 502 triliun terbesar, tidak ada Negara lain yang mampu memberikan seperti ini.
Kali ini Dirijen Orkestrasi tentunya Sri Mulyani. Tujuannya adalah ingin menyunat subsidi dengan menaikan harga BBM. Luhut dengan suara baritonnya “bernyanyi” minggu depan akan diumumkan oleh Presiden kenaikan harga BBM.
Orkestrasi tersebut “kebohongan yang menyesatkan”, menurut Analis Ekonomi Anthony Budiawan.
Fakta. UU APBN No 6 Tahun 2021 tentang APBN TA 2022, anggaran subsidi untuk tahun anggaran 2022 hanya Rp206,96 triliun, di mana subsidi energi (terdiri dari BBM, LPG 3kg dan listrik) hanya Rp. 134,03 triliun.
Artinya, pernyataan bahwa subsidi BBM sebesar Rp502 triliun untuk tahun anggaran 2022 adalah tidak benar, atau menyesatkan informasi publik.
Bahkan, menurut realisasi APBN sampai dengan Juni 2022, yang dipublikasi di dalam “APBN Kita” oleh Kementerian Keuangan.
Realisasi subsidi energi hanya Rp75,59 triliun. Realisasi subsidi energi tersebut terdiri dari realisasi subsidi BBM dan LPG 3kg sebesar Rp54,31 triliun dan realisasi subsidi listrik sebesar Rp21,27 triliun.
Nyanyian Anthony Budiawan bukan sumbang tapi berdasarkan tuts nada tertulis dalam buku.
Artinya ditengah hiruk pikuk orkestrasi kebohongan Sambo and his gang, ternyata pihak istana juga “melakukan orkestrasi kebohongan”. Konsekuensi logisnya upaya menaikan harga BBM otomatis harus dihentikan.
Jika terbukti bahwa semua orkestrasi tersebut ternyata menyesatkan. Hanya semata dengan tujuan menaikkan harga BBM. Membuat rakyat menjadi bertambah miskin, susah dan menderita.
Ini suatu “kejahatan” terhadap negara, yang dilakukan oleh Pejabat pemerintahan. Rakyat bisa menyampaikan Mosi Tidak Percaya kepada Para Menteri dan akan berujung kepada pemakzulan Presiden.
[***]