Ditulis Oleh : Analitika Institute Rizky Rajendra
MENJADI berbeda bukan hal yang baru bagi partai demokrat. Di awali dari keputusan partai ini yang siap dipimpin oleh tokoh muda, patriot dan nasionalis, merupakan bentuk keberanian bahwa partai ini siap untuk bersinergi dan bertransformasi untuk kemajuan bangsa.
Selain itu upaya mengkritisi dan mengoreksi kebijakan merupakan bentuk bahwa partai ini berupaya menjalankan fungsi legislasi dan fungsi pengawasannya terhadap pemerintahan serta fungsi anggaran dengan menyandarkan kepada rakyat.
Aksi partai demokrat dalam menolak keras undang-undang cipta kerja yang merupakan gagasan pemerintah sebagai lembaga eksekutif dan seolah ditargetkan untuk disahkan secara tergesa-gesa tanpa memandang berbagai aspek lain secara menyeluruh dan tanpa memandang falsafah tujuan Negara dalam pengambilan keputusan.
Meskipun undang-undang cipta kerja telah di sahkan ini menggambarkan pengkerdilan fungsi legislasi menjelma sebagai tempat stempel kekuasaan dan ini juga merupakan pengkerdilan terhadap demokrasi yang menciptakan produk hukum (uu cipta kerja) yang anti rakyat dan anti demokrasi.
Polemik yang terjadi di partai Demokrat bukanlah permasalahan internal partai semata namun ini merupakan sinyalemen bagaimana fungsi pengawasan terhadap pemerintahan hari ini sengaja diredupkan, dan pola lama coba dimainkan setelah berhasil diterapkan di partai-partai lain, dengan tujuan agar kekuasaan baik eksekutif, legislatif dan yudikatif bisa seiring senada baik di dalam tiap proses kebijakan dan produk hukum, hingga produk anggaran-anggaran yang dihasilkan tanpa ada nalar kritis dan gangguan yang berarti.
Dari paparan singkat ini memberikan gambaran bahwa penggiringan opini ditungganginya aksi penolakan terhadap penolakan UU Cipta Kerja, tudingan hanya sebatas permasalahan internal, tudingan kurang piawainya kepemimpinan partai, hingga baper karna tidak dalam lingkar kuasa hari ini, dengan mudah kita patahkan. Terbongkarnya konspirasi merusak internal partai merupakan kepiawaian pimpinan dalam menjalankan manajemen partai politik. Yang harus dilanjutkan dengan membersihkan anasir-anasir penyakit sebelum menjadi kanker, perapihan barisan internal yang diberengi dengan terus teguh menjalankan fungsi partai di dalam dewan perwakilan rakyat.
Upaya merusak internal partai menjadi penegasan bahwa demokrasi saat ini sedang dalam krisis, dan ini juga menguatkan hasil survey IPI bahwa Indonesia kurang demokratis. Tak pelak lagi kemerosotan demokrasi di Indonesia berakibat merosotnya rangking indeks korupsi Indonesia ke peringkat 102 dan dibawah Negara yang baru 21 tahun merdeka yakni Timor Leste.
Ketika hak untuk berpihak terhadap kemaslahatan tanah air diredupkan, ketika itu pula tujuan nasional pendiri bangsa di hempaskan. Penyeragaman pola pikir dan watak kekuasaan sengaja untuk dipaksakan ke rakyat untuk membunuh nalar berfikir kritis dan menjadi pembenaran terhadap hadirnya tiap-tiap kebijakan. Bungkus demokrasi hanyalah dijadikan kedok bahwa negeri ini dalam kondisi baik-baik saja.
(***)