BAGAIMANAPUN konstestasi pada Pilpres 2019 sama saja dengan Pilpres 2014. Yang berhadap-hadapannya sama, Jokowi dan Prabowo. Rakyat terbelah dua sejak 2014.
Ketika pendaftaran pasangan capres ke KPU dengan dilatari berbagai drama, rakyat menyaksikan pernyataan simpatik kedua kubu, akan membuat pilpres 2019 menjadi pesta rakyat yang sejuk dan menyenangkan dan mengembirakan.
Mungkin menyadari bahwa pertentangan dua kubu di pilpres 2014 masih ada di masyarakat, bahkan kubu Prabowo menyatakan akan menemui Jokowi dan sebaliknya.
Tapi apa lacur yang terjadi tidak seindah ucapan, di sela keriuhan pesta Proklamasi Kemerdekaan RI dan Asian Games, kita menyaksikan betapa terjadi ketegangan yang tajam.
Persekusi, pelarangan dan bahkan penghadangan terhadap kelompok masyarakat yang membawa tema #2019GantiPresiden terjadi di Batam, Pekanbaru dan Surabaya.
Tokohnya korban persekusi ditahan dengan alasan akan terjadi bentrok, demo penolakan oleh sekelompok kecil yang sangat besar kemungkinan hasil rekayasa.
Di beberapa tempat yang pakai kaos #2019GantiPresiden dirazia dan dipaksa untuk melepas kaos dan pemakainya jadi bertelanjang dada. Di Surabaya yang sedang shalat diusir dari masjid karena dari kelompok pemakai kaos berbeda. Miris.
Sementara Istana memunculkan juru bicara seperti Ngabalin bagaikan provokator menuduh secara serampangan, bukan membuat suasana damai dan sejuk, malah sepertinya mengajak perang.
Situasi terbelahnya masyarakat Indonesia sejak 2014 dilanjutkan ke 2019 ini saja sudah dikuatirkan akan terjadi pertentangan di antara masyarakat apalagi ditambah dengan cara melakukan persekusi, hadangan dan pelarangan kegiatan masyarakat dengan berbagai dalih yang dicari-cari dan semestinya ini bertentangan dengan Undang-undang Menyatakan Pendapat.
Masih untung ada tokoh nasional seperti Rizal Ramli seorang negarawan, pasang badan berdiri di tengah tidak mendukung kedua paslon.
Melalui berbagai media yang masih memunculkan Rizal Ramli sebagai tokoh rujukan dan sumber berita, Rizal Ramli menjewer dan menegur berbagai pihak untuk tetap menjunjung tinggi etika berdemokrasi.
Suara Rizal Ramli yang “mengelagar” dengan kharisma ketokohan akan diterima oleh semua pihak, karena beliau teruji integritas dan kecintaannya yang luar biasa terhadap bangsa.
Sementara banyak tokoh besar lainnya sudah menjadi timses dan sukarelawan kedua paslon, tidak mungkin lagi bersuara se objektif mungkin dan keberpihakannya tidak lagi kepada rakyat akan tetapi kepada kedua paslon baik kubu Jokowi maupun kubu Prabowo.
Tulisan ini ditujukan pula kepada dua kubu silakan anda berkontestasi secara terhormat dan ciptakan suasana damai, terutama ditujukan kepada Presiden Jokowi.
Saat ini di tangan anda kehormatan bangsa ini dipertaruhkan. Anda punya pengaruh dan kekuasaan untuk mengatur aparat militer, polisi dan intelijen untuk tetap berdiri di tengah membela rakyat, bukan membela paslon capres.
Begitu juga yang berbicara atas nama Istana harus yang sejuk mendamaikan, jangan seperti Ngabalin yang merusak reputasi Jokowi sebagai seorang yang dekat rakyat tidak suka kekerasan.
Tentunya kedua kubu diharapkan bertindak sebagai negarawan, bukan sebagai pengejar kekuasaan yang tidak peduli etika dan aturan
Oleh Syafril Sjofyan, pengamat kebijakan publik, aktivis pergerakan 77-78