MEMBACA statemen aktivis Islam Liberal Ulil Ashar Abdalla terkait lesbi, gay, biseks, transgender (LGBT) dan pandangan dia mengenai Al Quran dan negeri Sodom, membuat saya heran. Mau beda boleh, tapi harus berilmu.
Tapi baiknya jangan sengaja berbeda agar dilihat, karena itu hanya membuat kita terlihat bodoh apalagi tanpa dasar ilmu. Mungkin Ulil tidak membaca surat Al Ankabut 35. Sesungguhnya kami meninggalkan satu tanda yang NYATA bagi orang-orang berakal.
Di Al-A’raf 80, Nabi Luth berkata mengapa kamu mengerjakan perbuatan yang belum pernah dikerjakan seorang pun di dunia sebelumnya? Artinya di zaman itulah muncul LGBT, karena sebelumnya belum pernah ada. Jelas sekali bukan?
Di surat itu juga Nabi Luth berkata, sesungguhnya kamu melepaskan nafsu bukan kepada wanita, kamu ini kaum yang melampaui batas. Kaumnya menjawab, usirlah Luth dan pengikutnya, sesungguhnya mereka orang-orang yang berpura-pura mensucikan diri.
Di surat Al Ankabut Nabi Luth berdoa, meminta kepada Allah untuk menimpakan azab atas kaum yang berbuat kerusakan itu. Setelah itu barulah turun malaikat dengan membawa kabar bahwa mereka akan menghancurkan negeri sodom, karena penduduknya orang-orang zalim.
Jadi Quran menjelaskan secara detail prosesnya. Dari beliau diutus sebagai nabi, beliau berusaha sadarkan kaum itu sampai meminta azab.
Memberikan tanda dengan jelas bagi umat setelahnya bahwa perbuatan itu muncul di zamannya dan perbuatan itu sangat dilaknat.
Itu sangat jelas, dan meninggalkan tanda bagi orang-orang berilmu. Tanpa perlu penafsiran, Al Quran sudah berikan gambaran yang jelas.
Jadi ini bukan mitos apalagi mengadopsi kisah-kisah dari mitos tradisi Yahudi seperti yang dikatakan Ulil Abshar Abdalla. Al Quran juga bukan mistis seperti yang diungkapkan Ulil Abshar Abdalla.
Ulil Abshar Abdalla adalah seorang pemimpi yang mengarang fiksi agar dilihat berbeda, sayang nafsu untuk beda tidak dibarengi dengan kemampuan ilmunya.
Insya Allah sebagai orang yang menggunakan ilmu saya melihat jelas bahwa azab itu sebagai tanda betapa LGBT itu sikap yang sangat tercela.
Bukan malah tekstual seperti Ulil yang membandingkan dengan Tsunami Aceh. Ini jelas mencari pembenaran yang tak berilmu.
Beda Ulil dan saya adalah, Ulil menganggap kendaraan itu adalah onta, karena zaman nabi alat transportasinya Onta. Kalau saya, mengambil secara ilmu bahwa mobil, motor, pesawat dan kereta adalah alat transportasi.
Jadi simpelnya adalah, kalau Ulil mengambil ontanya (tekstual) dalam sejarah nabi, kalau saya mengambil alat transportasinya (akal).
Ulil penganut Islam liberal yang ternyata tidak liberal. Kalau Ulil seperti ini bagaimana dibawahnya ya? Saya saja bukan ahli agama paham karena di Al Quran menjelaskan dengan detail. Tidak perlu lagi penafsiran. Kalau orang sehebat Ulil saja ngak mengerti bagaimana orang-orang yang menjadi pengikut dia?
Saran saya ke Ulil, cobalah untuk mengedepankan ilmu bukan sensasi. Baca Quran dengan baik, agar paham. Jangan asal beda. Kita dianggap beda oleh orang lain boleh saja, kalau kita yakini benar secara ilmu dan punya dasar jelas. Jangan dibuat-buat agar dapat pujian atau dapat sensasi agar jadi perbincangan lagi, apalagi tujuannya untuk politik.
Jangan bermain-main dengan ini, apalagi hanya untuk publikasi politik. Itu perbuatan hina. mudah-mudahan Ulil tidak seperti itu, Amiinn.
Oleh Teddy Gusnaidi, pemerhati masalah sosial