KedaiPena.Com – Mencermati kehidupan berbangsa dan bernegara dalam lima tahun terakhir, menunjukkan tanda-tanda ketidakmampuan dan lemahnya Pemerintah dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya terkait dengan fungsi dan peran kenegaraan, khususnya dibidang kepemerintahan.
Demikian disampaikan Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), KH. Ahmad Shobri dalam keterangan pers yang diterima KedaiPena.Com, ditulis Minggu (7/6/2020).
“Hal tersebut antara lain ditandai dengan makin maraknya penistaan dan penodaan terhadap agama dan tokoh-tokohnya, tanpa adanya tindakan hukum (‘law enforcement’) yang jelas dan tegas dari aparat penegak hukum,” kata dia.
Selain itu, masifnya arus masuk TKA asal Cina, sementara pada saat yang sama tingkat pengangguran rakyat justru makin tinggi.
“Lalu, makin represifnya pemerintah melalui aparat penegak hukumnya berupa tindakan kriminalisasi terhadap tokoh dan kelompok kritis yang bersebarangan dengan penguasa,” tegas dia.
Hal ini menegaskan semakin menjauhkan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis sebagai
pengamalan pasal 28 Konstitusi (UUD) dan mengarah pada terciptanya negara kekuasaan.
Adanya RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sama sekali tidak mencantumkannya Tap MPRS nomor 25/1966 tentang Larangan terhadap PKI, Ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme adalah bukti adanya kebangkitan PKI yang terstruktur dan sistematis dalam rezim yang sedang memimpin.
“Terjadinya teror dan ancaman pembunuhan terhadap pembicara dan panitia diskusi ‘online‘ bertema Persoalan Pemecatan Presiden di Tengah Pandemi Ditinjau dari Sistem Ketatanegaraan Fakultas Hukum UGM. Padahal, pemberhentian Presiden di tengah masa jabatan diatur dalam pasal 7a dan 7b UUD 1945,” paparnya.
Selain itu, pasal 28 juga memberi kemerdekaan penuh kepada tiap warga negara untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
Sehubungan dengan hal itu, Ketua Umum Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Ulama (GNPF-Ulama) Ust.Yusuf M Martak menuntut tindakan hukum yang tegas dari aparat penegak hukum terhadap para pelaku penodaan dan penistaan agama oleh orang yang sama silih berganti menista Tuhan, Rasul, kitab suci, agama dan para ulamanya.
“Perlakuan semacam ini jelas ada unsur adu domba yang akan berakibat benturan horizontal di masyarakat,” seru dia.
Pemerintah juga harus segera menghentikan masuknya imigran atau TKA asal Cina, sekaligus segera memulangkan mereka yang berkerja tanpa izin, termasuk di dalamnya yang masa berlaku izin kerjanya telah habis.
“Berikan peluang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia untuk mengisi lapangan pekerjaan yang tersedia, karena saat ini dengan terjadinya PHK maka rakyat sedang butuh lapangan pekerjaan untuk menafkahi diri dan keluarganya,” pintanya.
Ia pun mendesak Kapolri dan Ka Bin untuk segera menghentikan upaya kriminalisasi terhadap ulama, tokoh dan kelompok yang kritis terhadap kebijakan pemerintah serta mengusut tuntas aktor intelektual dibalik kriminalisasi ulama dan tokoh tersebut.
“Mendesak Pemerintah, Legeslatif dan Yudikatif untuk mengambil langkah-langkah yang tegas dan terukur untuk mencegah kebangkitan PKI dan penyebaran segala bentuk ajaran Komunis, termasuk menghentikan pembahasan RUU HIP,” kata dia lagi.
Sementara itu, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 (PA 212), Ust. Slamet Ma’arif meminta kepada pemimpin bangsa untuk bersikap kenegarawanan. Bila tidak sanggup menjalankan tugas dan tanggung jawabnya, maka sebaiknya dengan legowo bersedia mengundurkan diri demi menjaga keutuhan dan kebaikan kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Menyerukan kepada para pemuka agama apapun, khususnya Ulama, Cendikiawan Muslim, para Aktivis pergerakan serta segenap elemen masyarakat untuk terus melakukan Amar Ma’ruf Nahi Munkar terhadap segala peraturan dan perundangan yang merugikan kepentingan agama, rakyat, bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” Slamet Ma’arif berujar.
“Kuatkan persatuan dan siapkan umat untuk bela Agama dan Pancasila di negara NKRI guna melawan segala bentuk kebangkitan Komunis gaya baru,” tandas dia.
Laporan: Sulistyawan