KedaiPena.Com – Dalam krisis ekonomi 1998, di mana seluruh usaha besar mengalami kebangkrutan total, ekspor UKM justru meningkat luar biasa hingga mencapai 350%. Sementara saat ini, 21 tahun setelah sukses yang dicapai pada krisis moneter, UKM Indonesia belum memiliki peran strategis dalam struktur perekonomian nasional.
Demikian disampaikan Sekjen DPP Asosiasi Pengusaha Bumi Putra Nusantara Indonesia (Asprindo), Ir Irwansyah di sela diskusi publik Forte di Tebet, Jakarta, Jumat (29/3/2019).
“Bahwa dari 270.000 unit usaha UKM hanya 5.000 yang berpotensi ekspor. Bahkan nilai ekspor UKM baru mencapai US$ 2.3 milyar yang mencapai US$ 145.9 miliar. Kinerja UKM Indonesia sangat tertinggal di banding negara-negara ASEAN lainnya dan sejumlah negara dalam hal kontribusi terhadap total ekspor non migas di negara-negara tersebut. Di nomor satu ada India dengan prosentase 40%. Sementara Indonesia berada pada enam dengan prosentase 15,7%,” jelas dia.
Kontribusi UKM terhadap total ekspor non migas sebesar 15.7% mencerminkan rendahnya kontribusi Bumi Putera dalam memasuki pasar ekspor dan kalah bersaing di pasar dalam negeri dalam menghadapi produk impor.
“Dari potensi sumber daya alam Indonesia yang sangat kaya terutama agriculture yang sangat dibutuhkan oleh pasar global dari alokasi APBN untuk pengembangan UKM cukup besar dan tersebar di seluruh K/L, seyogyanya kontribusi UKM Indonesia terhadap total ekspor non migas melampaui negara-negara utama ASEAN,” lanjut dia.
Sementara ketergantungan impor terhadap bahan baku dan ingredients yang digunakan dalam proses produksi dalam negeri telah mencapai 60%. Padahal sumber bahan baku dan ingredients tersebut di atas tersedia di dalam negeri.
“Pada Rapimnas I, DPP Asprindo berpendapat pembangunan ekonomi 2019-2024 adalah periode yang tepat untuk melakukan tindakan korektif kebijakan dalam memperkuat peran pelaku UKM Bumi Putra yang harus dilihat sebagai kerangka dasar terwujudnya pembangunan ekonomi Indonesia berkelanjutan,” tandas dia.
Laporan: Muhammad Lutfi