Artikel ini ditulis oleh Marwan Batubara, Sekretariat PNKN
Diputusnya perkara pengujian UU IKN dengan perkara No.39, 40, 47, 48, 53, dan 54/PUU-XX/2022 tentang judicial review UU IKN secara tidak bersamaan dengan Perkara 25/PUU-XX/2022 dan 34/PUU-XX/2022 menimbulkan pertanyaan BESAR. Enam perkara yang disebut pertama akan diputuskan pada 31 Mei 2022. Sedang putusan untuk perkara No.25 dan No.34/PUU-XX/2022, masih belum jelas jadwalnya. Poros Nasional Kedaulatan Negara (PNKN) dengan ini menyatakan protes keras atas rencana Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut.
Seperti diketahui, PNKN mengajukan permohonan Uji Formil UU IKN ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Februari 2022. Permohonan PNKN ini telah diregistrasi oleh MK dengan nomor perkara: No.25/PUU-XX/2022. Sedangkan permohonan lain Uji Materi UU tersebut yang diajukan oleh Prof. Din Syamsuddin dkk, dan diregistari dengan No.34/PUU-XX/2022. Setelah melalui empat kali sidang, perkara No.25 dan No.34 telah memasuki tahap kesimpulan.
Kembali pada pokok masalah, PNKN mempertanyakan mengapa MK tidak menggelar seluruh perkara secara bersamaan, mengingat kedelapan (8) perkara yang disebut di atas merupakan Permohonan Uji Formil atas objek yang sama, yaitu Uji Formil UU IKN. Padahal, jika merujuk pada penanganan perkara-perkara yang memiliki objek yang sama seperti berlaku sebelumnya, maka sangat lazim jika pengucapan putusan oleh MK digelar secara bersamaan.
Kita patut bertanya, apa tujuan dan motif dibalik rencana dan tindakan MK yang dinilai berada di luar kelaziman tersebut. Hal ini dapat menimbulkan spekulasi dan persepsi bahwa MK sedang bermain dengan kekuasaan yang dimiliki untuk memenuhi kepentingan politik penguasa dan juga kepentingan oligarki yang sangat ambisius berbisnis pembangunan IKN.
PNKN menilai, melalui putusan tanggal 31 Mei 2022, MK tampaknya sedang berupaya memberi panggung bagi Pemerintah dan DPR untuk membangun opini bahwa Permohonan Uji Formil UU IKN Tidak Diterima, karena Pembentukan UU IKN sudah memenuhi Prosedur Formil pembentukan UU, yakni sesuai konstitusi dan UU No.12/2011.
Padahal sebagaimana diketahui perkara-perkara yang akan diputus pada tanggal 31 Mei 2022 (yakni perkara-perkara No.39, 40, 47, 48, 53, dan 54) tersebut adalah perkara-perkara yang belum pernah diproses, disidang dan masuk dalam pemeriksaan pokok perkara!
Dengan kondisi demikian, PNKN mengkhawatirkan kemungkinan besar Putusan MK, pada 31 Mei 2022 atas keenam perkara tersebut antara lain akan berisi kesimpulan utama:
1. Pemohon Uji Formil Tidak Memenuhi Legal Standing
2. Permohonan yang diajukan telah melewati tenggat waktu 45 hari untuk mengajukan permohonan, sehingga otomatis tidak berlaku.
Putusan MK pada 31 Mei 2022 di atas patut diduga akan dijadikan rujukan oleh MK untuk memutus perkara No.25 dan No.34/PUU-XX/2022. Dengan demikian, MK akan memiliki dasar untuk juga menolak Uji Formil UU IKN yang diajukan PNKN. Setidaknya PNKN mengkhawatirkan bahwa putusan MK pada 31 Mei 2022 dapat merugikan para pemohon Uji Formil perkara No.25 dan No.34/PUU-XX/2022, sehingga pembetukan UU IKN akhirnya dinyatakan sesuai konstitusi.
Padahal, PNKN mempunyai cukup banyak alasan dan juga alat-alat bukti yang menunjukkan bahwa pembentukan UU IKN sarat rekayasa, serta melanggar konstitusi dan UU No.12/2011. Karena itu, sebelum putusan yang merugikan rakyat dan negara tersebut diambil, PNKN mengingatkan para HAKIM YANG MULIA untuk bersikap dan bertindak memutus seluruh perkara Uji Formil UU IKN secara adil, objektif, independen, sesuai konstitusi, hukum yang berlaku, SUMPAH JABATAN dan hati nurani.