KedaiPena.Com – Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi menilai pemindahan Ibu kota dari Jakarta ke dua kabupaten Kalimantan Timur, yakni di Penajam Paser Utara dan Kutai Kertanegara sebagai sebuah tipuan terbesar dalam sejarah Indonesia.
“Saya melihat, pindah ibukota ini adalah The greatest hoax in history, ” ujar dia dalam diskusi Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels) di Matraman, Jakarta Timur, Senin (26/8/2019).
Alasan Fithra mengungkapkan hal tersebut lantaran sejumlah faktor salah satunya ialah terkait dengan skema atau model pembiayaan pemindahan Ibu Kota.
“Skemanya mau bagaimana? Katanya 19 persen menggunakan Anggaran Penerimaan Belanja Negara (APBN) itu juga bukan hal yang kecil. 19 persen itu luar biasa ratusan triliun,” tegas dia.
Selain itu, lanjut Fithra, jika ingin menggunakan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) sangat tidak mungkin.
“Mana ada swasta yang mau bangun gedung Pemerintah. Kecuali gedung Pemerintah dijadiin satu sama mall. Tapi harusnhya steril gedung Pemerintah, ini isu keamanan,” imbuh dia.
“Lalu juga mana ada swasta yang sekonyol itu mendanai gedung Pemerintah kecuali memang mau dibuat terbuka,” beber Fithra.
Tidak hanya itu, Fithra juga mempertanyakan, urgensi dari pemindahan Ibu kota tersebut. Fitrah menilai Pemerintah tidak mempunyai argumen yang kuat.
“Sekarang masalahnya di mana sih? Kalau masalah macet bukan pindah. Caranya lain, bagaimana cara kemudian mengatasi beban yang berlebihan di Jakarta? Macetnya sudah ada di jaman Gubernur Sutiyoso, megapolitan,” pungkas Fithra.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan bahwa biaya untuk memindahkan Ibu Kota dari Jakarta ke pulau Kalimantan mencapai RP466 triliun.
“Sebesar 19 persen akan berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terutama dengan skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota,” jelas Jokowi pada Senin (26/8/2019).
Sedangkan sisanya akan didapat dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dengan Badan Usaha Milik negara (BUMN).
Laporan: Muhammad Hafidh