KedaiPena.com – Akademisi, DR. Ubedillah Badrun menyampaikan sejak 78 tahun yang lalu, negara ini sudah memilih untuk menjadi negara Republik, yang kongruen dengan dijalankannya Trias Politika.
“Saat ini, fungsi Trias Politika itu tidak berjalan, sebagaimana mestinya. Fungsi legislasi, fungsi pengawasan dari DPR itu tidak berjalan. Sehingga tidak ada check and balances dalam kekuasaan,” kata Ubedillah dalam acara yang bertema Pemakzulan Jokowi, ditulis Sabtu (19/8/2023).
Fungsi eksekutif, lanjutnya, yang sehat menjalankan undang-undang, malah mengelabui undang-undang dan mengkonstruksi undang-undang demi oligarki, atau biasa disebut autocratic legalism.
“Begitu pula dengan fungsi yudikatif. Mahkamah Konstitusi saat ini dikenal dengan Mahkamah Keluarga, yang menjadikan MK kehilangan wibawa. Dan yang diurus hanyalah hal-hal yang berkaitan dengan kekuasaan. Contohnya, pengajuan tentang usia capres-cawapres, yang diajukan menjadi minimal 35 tahun,” urainya.
Ubedillah menyatakan negara yang baik adalah negara yang proses check and balances-nya itu berjalan baik.
“Karena semua itu tidak berjalan, kondisi negara buruk. Contohnya, pemberantasan korupsi, tidak berjalan. KPK tidak berjalan seperti yang kita inginkan saat reformasi dulu. Negara tidak dijalankan sesuai konstitusi,” urainya lagi.
Salah satunya, yang bisa dijadikan contoh adalah UU Omnibus Law, yang dinyatakan oleh MK harus diperbaiki dalam jangka waktu dua tahun, karena tidak memenuhi klausul pelibatan partisipasi publik secara bermakna.
“Tiba-tiba presiden membuat Perpu. Perpu itu produk konstitusi yang tidak melibatkan partisipasi publik secara bermakna. Dan DPR menyetujuinya sebagai undang-undang. Ini pelanggaran konstitusi. Ini pelecehan presiden terhadap konstitusi. Alasan ini cukup untuk memakzulkan presiden,” kata Ubedillah tegas.
Alasan lainnya, yang terdekat adalah kasus korupsi bansos di Kementerian Sosial dan kasus korupsi BTS di Kemenkominfo.
“Pelakunya adalah menteri. Pertanyaannya, apakah mungkin presiden tidak mengetahui ada sejumlah dana yang digelontorkan kepada kementerian ini? Apakah tidak ada rapat untuk mengevaluasi pekerjaan para menteri? Mungkinkah presiden tidak tahu? Apakah ada korupsi brutal di lingkaran istana dan parlemen?” ujarnya.
Ia mengemukakan dari beberapa alasan yang sudah disebut, sudah sepantasnya presiden saat ini dimakzulkan.
“Jika DPR tidak bisa memakzulkan, rakyat bisa memakzulkan,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa