KedaiPena.com – Kepergian tokoh nasional Rizal Ramli dinyatakan telah meninggalkan satu legacy ethic, yakni untuk tidak pernah takut untuk menyuarakan adanya tindakan ataupun praktik yang merugikan rakyat banyak, walaupun sedang berada dalam lingkar kekuasaan.
Akademisi Ubedilah Badrun menyatakan kepergian Rizal Ramli merupakan kehilangan besar dari bangsa ini dan bagi dirinya pribadi, telah banyak pelajaran yang diberikan oleh sosok yang dikenal sebagai Rajawali Ngepret tersebut.
“Karena beliau adalah putra bangsa yang benar-benar memahami ekonomi konstitusi, yang hatinya selalu untuk kepentingan rakyat banyak,” kata Ubed, usai takziah di Rumah Duka Jalan Bangka IX Jakarta, ditulis Minggu (7/1/2024).
Ia juga menyatakan, sebagai akademisi, ia merasa sangat kehilangan karena Rizal Ramli adalah teman diskusi yang hebat.
“Beliau teman diskusi yang tajam, datanya dalam, dan mau berdebat secara terbuka, dan sangat open mind. Saya dikritik beliau, beliau saya kritik, biasa saja,” ujarnya.
Ubed juga menyebut Rizal Ramli sebagai guru diskusi ekonomi politik, karena Rizal tak hanya memahami ekonomi tapi juga politik.
“Terakhir itu, beliau meminta presidential Threshold menjadi O persen. Karena presidential Threshold itu menjadi pintu dimana pemilik modal akan mengendalikan presiden dan seluruh kepala daerah,” ujarnya lagi.
Rizal Ramli, lanjutnya, juga sosok yang sangat concern dengan demokrasi.
“Terakhir itu, beliau marah dengan semakin maraknya korupsi, kolusi, dan nepotisme yang semakin merajalela. Saat beliau tahu angka indeks korupsi kita 34, beliau tambah marah. Bukan marah ekspresi emosional tapi pada perilaku dan kekuasaan, yang menyusahkan rakyat banyak,” kata Ubed.
Ia menyebutkan satu legacy ethic yang ditinggalkan Rizal Ramli adalah jika ada sesuatu yang merugikan rakyat banyak, jangan takut untuk menyuarakan dan mengingatkan.
“Saat beliau dalam kekuasaan di periode pertama Joko Widodo, beliau berani berbeda, dengan menolak apa yang disebut peng-peng (penguasa-pengusaha). Beliau berani tolak itu, beliau menolak adanya praktik kekuasaan yang dimanfaatkan untuk kepentingan bisnis pribadi, walaupun sedang berada dalam lingkar kekuasaan itu. Meski, risikonya, beliau diberhentikan sebagai menko,” pungkasnya.
Laporan: Ranny Supusepa