REFORMASI Mei 1998 terjadi akibat adanya krisis kepercayaan, krisis ekonomi, krisis pangan, dan krisis moneter.
Gerakan mahasiswa dalam reformasi 1998 secara beruntun terjadi sejak penembakan terhadap mahasiswa Trisakti, berlanjut dengan aksi demonstrasi besar-besaran antara lain di Makassar, Medan, Solo, dan Jakarta.
Aksi ini semakin lama semakin masif, sehingga akhirnya ratusan ribu mahasiswa menduduki Gedung DPR RI.
Gerakan reformasi berhasil mengakhiri 32 tahun rezim otoriter & KKN.
Disusul kemudian dengan terjadinya transisi rezim otoriter ke demokrasi, yang ditandai, pertama, dengan kebebasan menyatakan pendapat dan kebebasan pers.
Yang kedua, terjadinya perubahan dari sistem sentralistik menjadi desentralisasi dan otonomi.
Lalu, yang ketiga, reformasi ABRI dalam bentuk penghapusan dwifungsi ABRI dan pemisahan TNI dan Polri.
Tuntutan utama gerakan mahasiswa dan pro reformasi adalah menurunkan Soeharto dan menghapuskan KKN.
Tetapi ternyata setelah 20 tahun reformasi KKN semakin sistemik, masif, dan menggurita.
Pada dasarnya kini amanat reformasi tentang penghapusan KKN, telah dikhianati.
Eskalasi KKN yang semakin masif dan menggurita terjadi karena demokrasi yang dihasilkan adalah demokrasi kriminal.
Sebagai catatan, 300 dari 352 bupati, setengah dari gubernur, ratusan anggota DPR dan DPRD dipenjara karena korupsi.
Itulah yang menjelaskan kenapa demokrasi kriminal hanya menghasilkan kemakmuran untuk elit dan kekuasaan.
Setelah 20 tahun reformasi gagal membawa kemakmuran bagi mayoritas rakyat juga karena Indonesia menempuh jalan sesat ekonomi yaitu neoliberalisme, dan merupakan pintu masuk neokolonialisme. Akibatnya kemiskinan, pengangguran dan ketidakadilan sulit dihapuskan.
Akibat KKN yang masif dan menggurita serta jalan sesat ekonomi neoliberal membuat Indonesia semakin sulit untuk bangkit mengejar berbagai ketertinggalan dari bangsa-bangsa lain.
Tanggungjawab sejarah kita semua hari ini adalah menuntaskan reformasi, yaitu penghapusan KKN, membangun demokrasi yang amanah dan berkeadilan.
Buang jalan sesat ekonomi neoliberal, sehingga demokrasi dapat membawa kemakmuran dan keadilan untuk rakyat.
Sebagai orang pergerakan sejak usia 21 tahun dan sebagai mahasiswa ITB 1977/78, saya tidak dapat menerima secara hati nurani dan logika, masih ada 40 persen rakyat kita yang miskin, dan nyaris miskin,padahal Indonesia negara yang sangat kaya raya.
Saya ingin mengatakan kepada mahasiswa dan generasi muda Indonesia hari ini, bahwa pada hakekatnya perjuangan reformasi yang penuh pengorbanan telah dikhianati.
Saya tegaskan kembali, akan mewakafkan sisa usia saya untuk mengubah Indonesia menjadi lebih makmur dan hebat.
Saya juga ingin mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk berjuang bersama-sama untuk menuntaskan reformasi agar Indonesia menjadi lebih adil, makmur, dan berjaya.
Oleh Dr Rizal Ramli. Dibacakan Gedung Joeang, Jakarta, Senin 21 Mei 2018